JAKARTA. Selama ini, sejumlah proyek infrastruktur di Tanah Air kerap mangkrak gara-gara pendanaan seret. Maka, pemerintah dan swasta membentuk lembaga pembiayaan infrastruktur yang bernama PT Indonesia Infrastructure Finance (IIF). Lembaga ini merupakan hasil patungan antara Pemerintah Indonesia dan Asian Development Bank (ADB), International Finance Corporation (IFC), dan Deutsche Investitions und Entwicklungsgesellschaft (DEG). Pemerintah memiliki saham di IIF melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Perusahaan ini bertujuan memberi pembiayaan jangka panjang bagi proyek-proyek infrastruktur di Indonesia. Taswin Zakaria, Presiden Direktur IIF mengatakan, IIF ingin mengurangi beban pemerintah dalam pembangunan infrastruktur. "Kami akan mengajak kerjasama swasta, seperti bank dan pasar modal," jelas Taswin, Senin (8/9).
Modal dasar IIF Rp 1,6 triliun. Setoran modal ini berasal dari SMI senilai Rp 600 miliar, ADB (Rp 400 miliar), IFC (Rp 400 miliar), dan DEG (Rp 200 miliar). IIF juga meraih pinjaman dari Bank Dunia dan ADB masing-masing Rp 1 triliun. IIF memprioritaskan proyek-proyek infrastruktur pemerintah, seperti telekomunikasi, listrik, jalan tol, pelabuhan, dan air bersih. Sayang, IIF belum mau merinci proyek terdekatnya. "Kami belum bisa memberitahukan karena list of project kami baru selesai akhir bulan ini," jelas Taswin. Bambang Subianto, Presiden Komisaris IIF mengakui bahwa modal IIF tampak kecil, meski kebutuhan anggaran proyek sangat besar. "Tapi kami tidak akan jalan sendirian. IIF akan merangsang pihak-pihak lain agar turut membiayai infrastruktur," tutur dia. Lima tahun ke depan, IIF bertekad menambah modal lagi Rp 2 triliun. Selama ini perbankan lokal cukup baik dalam membiayai infrastruktur. Sayang, likuiditas terbatas karena tergantung simpanan jangka pendek. Akibatnya bank hanya berani memberi pinjaman dengan tenor 5-7 tahun. "Kami ingin menjadi stimulan untuk pembiayaan infrastruktur jangka panjang," tutur Taswin.SMI dan IIF berbeda