IISIA Mendukung Langkah Pemerintah Berantas Peredaran Baja Non-SNI



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Iron & Steel Industry Association (IISIA) menilai, kemunculan baja ilegal sangat merugikan bagi para produsen baja resmi nasional. Belum lama ini, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memimpin pemusnahan 116 jenis ukuran dan merek baja tulangan beton berjumlah 3.600.263 batang atau seberat 27.078 ton dengan nilai Rp 257,24 miliar.

Baja ilegal tersebut ditemukan ketika Kementerian Perdagangan (Kemendag) melakukan sidak di pabrik PT Hwa Hok Steel (HHS), Serang, Banten.

Baja tulangan beton tersebut diproduksi dengan tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) 2052:2017 dan legalitas produk berupa Sertifikat Penggunaan Produk Tanda SNI (SPPT-SNI) serta Nomor Pendaftaran Barang (NPB).


Mendag juga mengungkapkan adanya 40 perusahaan yang memproduksi baja ilegal. Dari jumlah tersebut, pemerintah baru bisa menyegel sebanyak tiga perusahaan saja. Butuh dua tahun bagi pemerintah apabila hendak menutup seluruh perusahaan bermasalah tersebut.

Baca Juga: Gelar RUPS, Gunung Raja Paksi (GGRP) Setujui Divestasi Saham Anak Usaha

Ketua IISIA Purwono Widodo menyatakan, IISIA sangat mendukung dan mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan Kemendag untuk menertibkan dan memusnahkan produk baja non-SNI yang jadi bagian masalah yang dihadapi industri baja nasional.

Produk non-SNI terbukti sangat merugikan dan berdampak negarif pada daya saing industri nasional yang telah berkomitmen memenuhi SNI. Daya saing industri yang menghasilkan produk SNI menjadi lebih lemah dibandingkan produk non-SNI yang notabene lebih murah. 

Konsumen juga sudah pasti terancam karena produk yang digunakan berpotensi menimbulkan kecelakaan dan bencana yang dapat berdampak pada kehilangan nyawa, cacat, luka, serta kerugian ekonomi akibat kehilangan dan kerusakan harta benda. 

Tidak hanya itu, pemerintah juga berpotensi dirugikan oleh baja non-SNI karena kegagalan yang dapat ditimbulkan pada berbagai proyek nasional yang tentunya akan berdampak luas pada perekonomian nasional.

Baca Juga: Prospek Pasar Refraktori Dinilai Menggiurkan

"Maraknya produk non-SNI perlu dikendalikan dengan pengawasan dan penertiban sebagaimana dilakukan oleh Kemendag," ujar Purwono yang juga merupakan Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, Jumat (3/5).

Dia melanjutkan, IISIA tidak memiliki informasi menyeluruh terkait dengan perusahaan-perusahaan yang memproduksi baja non-SNI. Alhasil, IISIA berharap pemerintah dapat melakukan penyelidikan secara lebih komprehensif terhadap perusahaan-perusahaan produsen baja non-SNI maupun yang juga terindikasi marak dengan praktik impor produk baja non-SNI. 

IISIA juga telah menyampaikan usulan kepada pemerintah untuk memperluas cakupan SNI Wajib. Asosiasi ini perlu terlibat aktif dalam penyusunan kebijakan SNI baru maupun revisi atas kebijakan SNI yang sudah ada dan perlu diperbaiki.

"Kami juga terus mendorong dilakukannya pengawasan atas pemenuhan ketentuan SNI oleh produsen nasional dan khususnya produk impor yang sangat merugikan industri baja nasional," kata dia.

Baca Juga: Industri Pengolahan Masih Ekspansif di Tengah Penurunan Iklim Usaha Global

Lebih lanjut, langkah Kemendag tersebut diharapkan terus ditingkatkan dan diperluas serta mendapatkan dukungan dari kementerian terkait agar penerapan wajib SNI benar-benar dapat mendorong kinerja industri baja nasional serta menjamin keselamatan penggunanya.

Secara umum, IISIA mengungkapkan bahwa konsumsi dan produksi baja nasional pada 2024 diperkirakan akan terus tumbuh pada kisaran 5,4%. Hal ini didorong oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional 5,2%, proyeksi pertumbuhan sektor infrastruktur 7,9%, proyeksi pertumbuhan sektor properti sekitar 3%-5%, dan proyeksi pertumbuhan sektor otomotif 5%.

"Proyeksi ini juga memperhatikan proyeksi dari World Steel Association (WSA) bahwa pertumbuhan kinerja industri baja di kawasan ASEAN mencapai 5,2% dan pertumbuhan secara global 1,8% pada 2024," pungkas Purwono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati