Ika Suryanawati tidak menduga, usaha coba-cobanya membuat tepung bubur bayi berbuah manis. Kini, tepung bermerek Gasol Pertanian Organik buatannya berhasil masuk di berbagai toko modern. Omzet bisnisnya sampai ratusan juta sebulan.Pasar anak-anak, mulai dari balita sampai remaja, merupakan pasar yang sangat besar. Karena itu, banyak pebisnis yang sukses lantaran tekun menggarap pasar yang satu ini.Ika Suryanawati yang menggeluti bisnis tepung bubur bayi adalah contoh salah satu entrepreneur yang memetik kesuksesan di pasar nan gemuk itu. Kini, tepung bubur bayi bermerek Gasol Pertanian Organik (GPO) buatan Ika telah masuk ke beberapa gerai ritel modern kelas premium, seperti Ranch Market dan Kem Chick. Tiap bulan, setidaknya, ia mengantongi Rp 200 juta dari penjualan produk buatannya itu.Awalnya, Ika hanya berniat membuat sendiri bubur untuk buah hatinya. Ternyata, upayanya ini mengundang ketertarikan sejumlah kawannya yang tergabung dalam milis kesehatan. Ia lantas menawarkan tepung bubur bayi racikannya. “Dari situlah, tebersit ide untuk coba-coba berbisnis,” kata perempuan berusia 43 tahun ini.Namun, Ika tak ingin asal membuat tepung beras. Pengetahuan tentang dunia pertanian dan pangan yang ia peroleh di Institut Pertanian Bogor (IPB) mendorongnya untuk menggunakan bahan-bahan organik. Ika sadar, bahan baku organik tidak bisa ia peroleh secara instan. Agar terjamin kualitasnya, ia harus membuat sendiri bahan bakunya. Pada 2004, ia mulai mencoba padi organik di atas lahan seluas 2.500 meter persegi (m²) miliknya. Tanah yang terletak di Desa Gasol, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, itu ia beli seharga Rp 750 juta. Kebetulan, ia memang memiliki tabungan dari hasil bekerja di tiga perusahaan berbeda sejak 1991. Di lahan tersebut, Ika menanam varietas padi lokal Cianjur yang sudah terkenal sangat pulen. Misalnya, padi hawara batu, peuteuy, gobang omyok, dan beureum seungit. Memanfaatkan hasil panen di lahan itu, ia lantas memproduksi tepung untuk pertama kali pada 2006. Ia melakukan semua proses itu di Gasol.Meski peminat produknya di milis cukup banyak, Ika mengaku sempat khawatir produknya tidak akan terserap di pasar yang lebih besar. “Jangan-jangan, setelah produksinya banyak, penjualannya cuma sedikit,” ujarnya menggambarkan kecemasannya waktu itu. Meski merasa kurang percaya diri, istri Jonathan Fleming ini tetap melaju dengan harapan besar. Kekhawatiran akhirnya pupus setelah tepung bubur yang ia beri merek GPO itu mendapat sambutan baik dari masyarakat. Menambah varianBerangkat dari publikasi mulut ke mulut dan website resmi GPO, kini Ika memiliki ratusan reseller di seluruh Nusantara. Ia juga memasukkan produk tepung GPO ke gerai ritel premium seperti Ranch Market, Kem Chicks Pacific Place, Total Buah Segar, dan Grandlucky Superstore. Alasannya, selain faktor kemudahan, tarifnya juga murah. Soalnya, ia tidak dikenai biaya pendaftaran (listing fee) yang mencekik seperti yang dilakukan sejumlah peritel lain.Saat ini, total lahan padi organik Ika telah mencapai 24 hektare (ha). Sekitar 20 ha di antaranya adalah milik kelompok tani di Cianjur. Mereka menanam padi organik dengan cara yang telah ditetapkan Ika. “Saya beli hasil panen mereka 10% lebih tinggi dari harga pasar dan saya pasok 30% dari total kebutuhan pupuk mereka,” tutur ibu tiga anak ini. Demi diversifikasi produk, Ika tak ragu menanam jenis tanaman lain di lahan itu. Misalnya, ia menanam kacang-kacangan di sekitar lahan. Tujuannya untuk menyegarkan kondisi tanah. Sementara itu, di pinggir pematang sawah, ia menanam pohon pisang. Hasil semua tanaman itu diolah menjadi tepung bahan bubur bayi. Saat ini, tercatat ada 10 jenis tepung GPO. Di antaranya adalah tepung beras cokelat, beras wangi merah, kacang hijau, arrowot, kedelai, dan pisang. Seiring kemajuan bisnisnya, kini, Ika telah memiliki sejumlah alat sangrai dan pembuat tepung modern. Dengan mesin itu, proses produksi pabrik yang mengerahkan 30 tenaga kerja tersebut bisa berjalan lebih optimal. Sekadar informasi, harga satu unit mesin sangrai sekitar Rp 20 juta. Adapun harga mesin pembuat tepung sekitar Rp 5 juta per unit.Ika menjual tepung bubur bayi kemasan 200 gram seharga Rp 20.000. Setiap bulan, setidaknya ia memproduksi 5 ton tepung bubur bayi dari aneka bahan organik. Dari situlah, ia mampu mengantongi omzet hingga Rp 200 juta tiap bulan.Bahkan, saat ini, produksi bulanan tepung bubur bayi GPO meningkat hingga 200% dibandingkan dengan produksi rata-rata bulanan selama 2009. Ika lega karena tepung bubur bayi buatannya kini sudah mengantongi sejumlah sertifikat dari pemerintah. Misalnya, pengakuan dari Kementerian Kesehatan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta paten merek dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak dan Kekayaan Intelektual. Sejumlah sertifikat penelitian tentang mutu dan kandungan produk dari IPB juga telah ia kantongi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ika menjadi besar berkat bisnis asupan buat si kecil
Ika Suryanawati tidak menduga, usaha coba-cobanya membuat tepung bubur bayi berbuah manis. Kini, tepung bermerek Gasol Pertanian Organik buatannya berhasil masuk di berbagai toko modern. Omzet bisnisnya sampai ratusan juta sebulan.Pasar anak-anak, mulai dari balita sampai remaja, merupakan pasar yang sangat besar. Karena itu, banyak pebisnis yang sukses lantaran tekun menggarap pasar yang satu ini.Ika Suryanawati yang menggeluti bisnis tepung bubur bayi adalah contoh salah satu entrepreneur yang memetik kesuksesan di pasar nan gemuk itu. Kini, tepung bubur bayi bermerek Gasol Pertanian Organik (GPO) buatan Ika telah masuk ke beberapa gerai ritel modern kelas premium, seperti Ranch Market dan Kem Chick. Tiap bulan, setidaknya, ia mengantongi Rp 200 juta dari penjualan produk buatannya itu.Awalnya, Ika hanya berniat membuat sendiri bubur untuk buah hatinya. Ternyata, upayanya ini mengundang ketertarikan sejumlah kawannya yang tergabung dalam milis kesehatan. Ia lantas menawarkan tepung bubur bayi racikannya. “Dari situlah, tebersit ide untuk coba-coba berbisnis,” kata perempuan berusia 43 tahun ini.Namun, Ika tak ingin asal membuat tepung beras. Pengetahuan tentang dunia pertanian dan pangan yang ia peroleh di Institut Pertanian Bogor (IPB) mendorongnya untuk menggunakan bahan-bahan organik. Ika sadar, bahan baku organik tidak bisa ia peroleh secara instan. Agar terjamin kualitasnya, ia harus membuat sendiri bahan bakunya. Pada 2004, ia mulai mencoba padi organik di atas lahan seluas 2.500 meter persegi (m²) miliknya. Tanah yang terletak di Desa Gasol, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, itu ia beli seharga Rp 750 juta. Kebetulan, ia memang memiliki tabungan dari hasil bekerja di tiga perusahaan berbeda sejak 1991. Di lahan tersebut, Ika menanam varietas padi lokal Cianjur yang sudah terkenal sangat pulen. Misalnya, padi hawara batu, peuteuy, gobang omyok, dan beureum seungit. Memanfaatkan hasil panen di lahan itu, ia lantas memproduksi tepung untuk pertama kali pada 2006. Ia melakukan semua proses itu di Gasol.Meski peminat produknya di milis cukup banyak, Ika mengaku sempat khawatir produknya tidak akan terserap di pasar yang lebih besar. “Jangan-jangan, setelah produksinya banyak, penjualannya cuma sedikit,” ujarnya menggambarkan kecemasannya waktu itu. Meski merasa kurang percaya diri, istri Jonathan Fleming ini tetap melaju dengan harapan besar. Kekhawatiran akhirnya pupus setelah tepung bubur yang ia beri merek GPO itu mendapat sambutan baik dari masyarakat. Menambah varianBerangkat dari publikasi mulut ke mulut dan website resmi GPO, kini Ika memiliki ratusan reseller di seluruh Nusantara. Ia juga memasukkan produk tepung GPO ke gerai ritel premium seperti Ranch Market, Kem Chicks Pacific Place, Total Buah Segar, dan Grandlucky Superstore. Alasannya, selain faktor kemudahan, tarifnya juga murah. Soalnya, ia tidak dikenai biaya pendaftaran (listing fee) yang mencekik seperti yang dilakukan sejumlah peritel lain.Saat ini, total lahan padi organik Ika telah mencapai 24 hektare (ha). Sekitar 20 ha di antaranya adalah milik kelompok tani di Cianjur. Mereka menanam padi organik dengan cara yang telah ditetapkan Ika. “Saya beli hasil panen mereka 10% lebih tinggi dari harga pasar dan saya pasok 30% dari total kebutuhan pupuk mereka,” tutur ibu tiga anak ini. Demi diversifikasi produk, Ika tak ragu menanam jenis tanaman lain di lahan itu. Misalnya, ia menanam kacang-kacangan di sekitar lahan. Tujuannya untuk menyegarkan kondisi tanah. Sementara itu, di pinggir pematang sawah, ia menanam pohon pisang. Hasil semua tanaman itu diolah menjadi tepung bahan bubur bayi. Saat ini, tercatat ada 10 jenis tepung GPO. Di antaranya adalah tepung beras cokelat, beras wangi merah, kacang hijau, arrowot, kedelai, dan pisang. Seiring kemajuan bisnisnya, kini, Ika telah memiliki sejumlah alat sangrai dan pembuat tepung modern. Dengan mesin itu, proses produksi pabrik yang mengerahkan 30 tenaga kerja tersebut bisa berjalan lebih optimal. Sekadar informasi, harga satu unit mesin sangrai sekitar Rp 20 juta. Adapun harga mesin pembuat tepung sekitar Rp 5 juta per unit.Ika menjual tepung bubur bayi kemasan 200 gram seharga Rp 20.000. Setiap bulan, setidaknya ia memproduksi 5 ton tepung bubur bayi dari aneka bahan organik. Dari situlah, ia mampu mengantongi omzet hingga Rp 200 juta tiap bulan.Bahkan, saat ini, produksi bulanan tepung bubur bayi GPO meningkat hingga 200% dibandingkan dengan produksi rata-rata bulanan selama 2009. Ika lega karena tepung bubur bayi buatannya kini sudah mengantongi sejumlah sertifikat dari pemerintah. Misalnya, pengakuan dari Kementerian Kesehatan, Majelis Ulama Indonesia (MUI), serta paten merek dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Hak dan Kekayaan Intelektual. Sejumlah sertifikat penelitian tentang mutu dan kandungan produk dari IPB juga telah ia kantongi. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News