Budidaya Ikan frontosa cukup menjanjikan. Permintaan dari pasar lokal dan ekspor banyak, sementara pembudidaya ikan yang mirip louhan ini masih terbatas. Tak heran, pembudidaya ini bisa meraup omzet ratusan juta rupiah per bulan.Selain dapat menghilangkan stres, hobi memelihara ikan juga bisa memberi tambahan penghasilan. Kalau beberapa tahun yang lalu louhan sangat populer, kini mulai banyak orang yang memburu frontosa.Ikan yang bentuknya mirip louhan dengan kepala nonong ini memiliki keindahan warna biru metalik. Ikan ini berasal dari Afrika. Frontosa mempunyai nama latin Cyphotilapia frontosa. Cypho berarti nonong, sedangkan tilapia berarti ikan. Nama tilapia ini berasal dari bahasa penduduk yang berada di sekitar Danau Ngami di Afrika. Frontosa dalam bahasa latin mempunyai arti bagian depan kepala yang besar.Salah seorang pembudidaya ikan frontosa ini adalah Dicky Rusvinda. Pembudidaya frontosa asal Bandung ini telah sepuluh tahun menggeluti bisnis ikan favorit para penghobi ikan hias di luar negeri ini. Pada awal merintis usahanya, Dicky mengeluarkan modal untuk budidaya frontosa sebesar Rp 20 juta. Modal itu digunakan untuk membeli satu set induk yang terdiri dari lima ekor ikan dengan harga total US$ 1.000.Ia mengimpor langsung induk frontosa black widow dari Singapura. Kemudian, sisanya Rp 10 juta, digunakan untuk membuat sepuluh akuarium untuk pembudidayaan ikan-ikan berjidat nonong ini. Sekarang, Dicky telah memiliki kurang lebih 650 ekor frontosa. "Ikan di kolam saya terdiri dari 150 ekor induk dan 500 ekor anak," tutur Dicky. Jumlah akuarium pun berkembang. Dicky menambah akuariumnya hingga menjadi 50 set dan lima bak tambahan sebagai tempat tinggal induk frontosa.Dengan memiliki 150 ekor induk frontosa, Dicky bisa memanen 500 ekor anak frontosa setiap bulan. Ia mematok harga seekor frontosa ukuran satu inci antara Rp 5.000-Rp 7.000. Dalam sebulan, Dicky bisa meraup omzet hingga Rp 10 juta. "Saya hanya membudidayakan jenis frontosa burundi, karena pasar ekspor menyukai jenis ini," kata Dicky.Target pasar utama frontosa hasil budidaya akuarium Dicky kebanyakan masih di seputar Jakarta dan Bandung. Dicky menggunakan jasa agen penyalur demi memenuhi pasar ekspor.Yusef Firdaus Heryadi, pembudidaya frontosa lainnya asal Bandung pun berujar bahwa prospek bisnis budidaya frontosa masih indah. Pasalnya, pembudidaya ikan ini masih sedikit, sedangkan permintaan sangat banyak.Ia mengaku, dalam seminggu bisa menjual 5.000-10.000 ekor bibit frontosa berumur sebulan. "Permintaannya lebih banyak, tapi saya hanya sanggup menyuplai dengan jumlah itu," ujar pria yang sudah empat tahun menggeluti budidaya frontosa.Hitungan di atas kerta, dengan harga per ekor Rp 5.500-Rp 6.000, dalam sebulan Yusef bisa mendapatkan omzet Rp 110 juta. Pembelinya kebanyakan adalah para eksportir yang siap menjualnya hampir ke seluruh negara di kawasan Asia dan Eropa.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Ikan frontosa itu si jidat nonong yang menggiurkan (1)
Budidaya Ikan frontosa cukup menjanjikan. Permintaan dari pasar lokal dan ekspor banyak, sementara pembudidaya ikan yang mirip louhan ini masih terbatas. Tak heran, pembudidaya ini bisa meraup omzet ratusan juta rupiah per bulan.Selain dapat menghilangkan stres, hobi memelihara ikan juga bisa memberi tambahan penghasilan. Kalau beberapa tahun yang lalu louhan sangat populer, kini mulai banyak orang yang memburu frontosa.Ikan yang bentuknya mirip louhan dengan kepala nonong ini memiliki keindahan warna biru metalik. Ikan ini berasal dari Afrika. Frontosa mempunyai nama latin Cyphotilapia frontosa. Cypho berarti nonong, sedangkan tilapia berarti ikan. Nama tilapia ini berasal dari bahasa penduduk yang berada di sekitar Danau Ngami di Afrika. Frontosa dalam bahasa latin mempunyai arti bagian depan kepala yang besar.Salah seorang pembudidaya ikan frontosa ini adalah Dicky Rusvinda. Pembudidaya frontosa asal Bandung ini telah sepuluh tahun menggeluti bisnis ikan favorit para penghobi ikan hias di luar negeri ini. Pada awal merintis usahanya, Dicky mengeluarkan modal untuk budidaya frontosa sebesar Rp 20 juta. Modal itu digunakan untuk membeli satu set induk yang terdiri dari lima ekor ikan dengan harga total US$ 1.000.Ia mengimpor langsung induk frontosa black widow dari Singapura. Kemudian, sisanya Rp 10 juta, digunakan untuk membuat sepuluh akuarium untuk pembudidayaan ikan-ikan berjidat nonong ini. Sekarang, Dicky telah memiliki kurang lebih 650 ekor frontosa. "Ikan di kolam saya terdiri dari 150 ekor induk dan 500 ekor anak," tutur Dicky. Jumlah akuarium pun berkembang. Dicky menambah akuariumnya hingga menjadi 50 set dan lima bak tambahan sebagai tempat tinggal induk frontosa.Dengan memiliki 150 ekor induk frontosa, Dicky bisa memanen 500 ekor anak frontosa setiap bulan. Ia mematok harga seekor frontosa ukuran satu inci antara Rp 5.000-Rp 7.000. Dalam sebulan, Dicky bisa meraup omzet hingga Rp 10 juta. "Saya hanya membudidayakan jenis frontosa burundi, karena pasar ekspor menyukai jenis ini," kata Dicky.Target pasar utama frontosa hasil budidaya akuarium Dicky kebanyakan masih di seputar Jakarta dan Bandung. Dicky menggunakan jasa agen penyalur demi memenuhi pasar ekspor.Yusef Firdaus Heryadi, pembudidaya frontosa lainnya asal Bandung pun berujar bahwa prospek bisnis budidaya frontosa masih indah. Pasalnya, pembudidaya ikan ini masih sedikit, sedangkan permintaan sangat banyak.Ia mengaku, dalam seminggu bisa menjual 5.000-10.000 ekor bibit frontosa berumur sebulan. "Permintaannya lebih banyak, tapi saya hanya sanggup menyuplai dengan jumlah itu," ujar pria yang sudah empat tahun menggeluti budidaya frontosa.Hitungan di atas kerta, dengan harga per ekor Rp 5.500-Rp 6.000, dalam sebulan Yusef bisa mendapatkan omzet Rp 110 juta. Pembelinya kebanyakan adalah para eksportir yang siap menjualnya hampir ke seluruh negara di kawasan Asia dan Eropa.(Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News