Ikappi: Pemerintah Harus Beri Solusi atas Larangan Jual Beli Baju Bekas Impor



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) menyoroti kebijakan pemerintah dalam melarang jual beli baju bekas impor atau thrifting. 

Ketua Dewan Pembina Wilayah (DPW) DKI Jakarta Ikappi Miftahudin mengatakan Ikappi mendukung atas kebijakan tersebut. Terlebih, isu yang digaungkan juga menyangkut isu kesehatan dan lingkungan. 

Namun demikian, ia menilai pemerintah perlu memberi solusi kongkret imbas dari kebijakan yang tengah digaungkan ini. Sebab, tidak sedikit pedagang yang menggantungkan hidup dari bisnis jual beli pakaian bekas impor. 


Baca Juga: Impor Ilegal Pakaian Bekas Dinilai Ancam Industri UMKM

"Kami bersuara karena banyak pedagang yang merasa menjadi korban dalam situasi ini," kata Miftahudin dalam keterangan, Rabu (22/3). 

Lebih jauh, Miftahudin menilai konsep bernegara di Indonesia sudah bagus. Termasuk dalam urusan perdagangan. Namun, fungsi pengawasan di lapangan masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. 

Karena itu, dia mempertanyakan pengawasan pemerintah terhadap keberadaan ruko-ruko yang dinilai ilegal di area pasar-pasar yang sudah beroperasi sejak lama. 

Contoh saja, di Pasar Senen dan sekitarnya. Kegiatan tersebut sudah cukup lama terjadi, bukan lantaran tren ingin mendapatkan pakaian branded dengan harga murah atau sekadar untuk bergaya. 

Namun, sebagian besar masyarakat menengah ke bawah lebih ke inisiasi mengatur keuangan atas kebutuhan mendasar seperti pakaian dengan kualitas bagus tetapi harganya cocok di kantong. 

"Yang jadi pertanyaan kenapa baru sekarang (dipermasalahkan)? Sampai harus membawa pihak kepolisian untuk melakukan sidak dengan narasi penggerebekan," kata Miftahudi. 

"Jika dianggap ilegal dan ditemukan ruko-ruko didalam area Pasar Jaya di Jakarta dan sudah berlangsung lama, dimana fungsi pengawasan Disperindag DKI, fungsi PD Pasar Jaya dan fungsi instansi lainya," tambah dia. 

Baca Juga: Soal Impor Ilegal Pakaian Bekas, Menteri Teten: Ancam UMKM dan Nasib 1 Juta Naker

Miftahudin juga menyayangkan, hal ini terjadi saat menjelang bulan Ramadan. Sebab, pada bulan tersebut merupakan jatah panen dari para pedagang karena ada kenaikan permintaan dari konsumen. 

Sementara para pedagang biasanya telah mengeluarkan modal lebih besar untuk persiapan Ramadan. 

Isu impor pakaian bekas dan thrifting memang kembali muncul akhir-akhir ini. Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga sudah menyatakan melarang bisnis baju bekas impor. Bisnis tersebut, menurut Jokowi, mengganggu industri tekstil dalam negeri.

Sementara itu, Deputi bidang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kementerian Koperasi dan UKM Hanung Harimba Rachman, praktik thrifting dapat merusak industri garmen dalam negeri. 

"Memang di peraturan perdagangan kita yang Bea Cukai itu kan sebenarnya dilarang thrifting, impor barang-barang bekas itu kan dilarang," ujarnya 

Namun, menurutnya, praktik thrifting nyatanya masih didukung adanya masyarakat Indonesia yang cenderung suka membeli produk luar negeri, meski bukan barang baru. Terlebih, produk dari luar negeri tersebut dibanderol dengan harga jauh lebih murah. 

"Kita lihat, banyak tempat sampai di daerah-daerah itu penjualan baju-baju bekas ada di mana-mana. Nah, itu merusak industri garmen kita karena harga jauh lebih murah dan ada brand-nya, tapi bekas," kata Hanung. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi