KONTAN.CO.ID - Bagi warga Jakarta, kemacetan lalu lintas sudah jadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Bagaimana tidak? Jumlah kendaraan bermotor di Ibu Kota RI meningkat setiap tahun. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, di 2016 lalu, ada lebih dari 3,5 juta mobil penumpang dan 13,3 juta sepeda motor. Bagai dua sisi uang koin, di balik kemacetan Jakarta yang membikin banyak kerugian, sejumlah kalangan justru menemukan potensi. Di antaranya adalah, pemain industri iklan luar ruangan yang kini mulai bergairah kembali.
Edward Halley, salah satu pemain di industri ini, bertekad mengubah kemacetan menjadi cuan melalui usaha rintisan di bidang iklan mobil (
car-advertising)
. Sejak April 2017, bersama Greg Marchand sebagai
Co-Founder, Edward mulai membangun
startup bernama Adroady. J ika kebanyakan
startup serupa sebelumnya menggunakan stiker tempel sebagai medium iklan pada mobil, Adroady punya pembeda: menayangkan pariwara dalam bentuk video lewat layar LED. “Kalau stiker, kan, statis, sehingga secara visual kurang menarik dan pemasangannya juga lebih merepotkan,” ungkap Edward. Layar LED akan dipasang di kaca bagian belakang mobil untuk menayangkan video iklan yang mengusung teknologi
programmatic. Teknologi ini merupakan gabungan teknologi
internet-of-things (IoT),
big data, dan
machine learning yang menjadi andalan Adroady. Secara sederhana,
programmatic video memungkinkan penyampaian iklan yang tepat sasaran serta terukur. Tepat sasaran, sebab pengiklan bisa mengunggah materi videonya secara
real-time sesuai dengan lokasi dan waktu yang diinginkan. Contoh, pengiklan makanan cepat saji bisa memasang konten iklan yang berbeda untuk jam makan siang dan jam makan malam. Pengiklan juga bisa menyajikan konten iklan yang berbeda untuk setiap sasaran lokasi yang berbeda pula, sesuai segmentasinya. Sebelum mengunggah video, pengiklan bisa menentukan periode waktu dan lokasi wilayah pemasangan iklan. Pengiklan juga dapat menentukan, seberapa banyak iklan ingin ditampilkan (
impression) dalam periode waktu tertentu. Format iklan bisa berbentuk video atau animasi bergerak (GIF) dengan durasi maksimal 30 detik. Setelah terunggah, video iklan akan diterima melalui aplikasi ponsel pintar milik pengemudi yang tersambung dengan mini
single-board computer di dalam mobil. Komputer mini ini lah yang mengubah konten jadi
videotron di layar LED. Lebih efektif Teknologi
programmatic video besutannya ini, menurut Edward, membuat efektivitas iklan lebih gampang terukur. Pasalnya, selama ini pengiklan sulit menghitung, seberapa banyak orang yang melihat iklan yang terpasang dalam bentuk stiker mobil, papan reklame atau
billboard, bahkan papan
videotron di pinggir jalan. “Biayanya mahal tapi enggak ketahuan apakah iklan itu sudah cukup efektif,” katanya. Untuk itu, ada fitur lain yang terpasang pada kendaraan mitra Adroady, yaitu dua kamera dengan fungsi berbeda.
Pertama, kamera yang berfungsi menunjukkan keadaan di bagian belakang mobil karena kaca akan tertutup layar LED.
Kedua, kamera untuk menghitung jumlah kendaraan yang sudah melihat iklan
videotron. Kamera penghitung kendaraan ini bakal mendeteksi kendaraan, seperti mobil, bus, truk, dan motor, yang berhenti dalam radius maksimal dua meter dan jangkauan sudut maksimum 60 derajat. Setiap kendaraan yang berhenti lebih dari 15 detik dalam zona ini akan terhitung sebagai satu
view. Nah, penghitungan
views inilah yang nantinya akan menjadi dasar tarif yang harus dibayar oleh pengiklan. Untuk setiap seribu
views, pengiklan bakal dikenakan biaya sebesar US$ 15 atau sekitar Rp 204 ribu. “Ini efisien buat pengiklan, karena mereka cuma perlu membayar untuk setiap iklan yang terlihat,” kata Edward yang sebelumnya bekerja di perusahaan penerbitan swasta ini. Tentu, tarif tersebut merupakan tarif untuk layanan dasar. Menurut Greg, tarif ini bisa berubah menjadi lebih mahal untuk lokasi-lokasi dan jam tertentu yang biasanya padat kendaraan. Bahkan, enggak tertutup kemungkinan, tarif akan ditentukan dengan sistem
bidding. Maksudnya, pengiklan yang mau membayar lebih tinggi, itulah yang akan diutamakan untuk diberi
slot tayang. Di samping untuk penghitungan biaya iklan melalui data
views, kamera penghitung kendaraan juga dimanfaatkan untuk merekam data jenis mobil apa saja yang paling banyak melihat iklan setiap harinya. Data jenis mobil, jumlah
impression, serta jumlah
views ini bisa dipantau terus oleh pengiklan setiap saat. Jika diinginkan, data juga bisa direkap untuk kepentingan pengiklan dalam membuat target audiensi pariwara di kemudian hari. Sampai saat ini, mobil yang dipasang perangkat Adroady baru ada 30 unit. November tahun lalu, tim Adroady juga telah melakukan percobaan di area Jakarta dan Tangerang. Hasilnya, dengan waktu operasi mobil selama delapan jam sehari, salah satu klien pengiklan Adroady bisa memperoleh 286.000
views dalam sebulan. Mobil dan pengemudi yang menjadi target mitra Adroady sendiri adalah transportasi
online. Sejauh ini, Edward baru menjalin kerjasama dengan komunitas pengemudi transportasi daring di Jabodetabek. “Nanti akan kerjasama juga dengan perusahaan transportasi
online, taksi, dan Transjakarta. Sudah mulai dijajaki,” imbuh dia. Jenis mobil yang bisa berkongsi pun agak terbatas lantaran tidak semua spesifikasi kaca belakang mobil cocok untuk dipasangi layar LED. Misalnya, mobil Toyota Agya dan Avanza, Daihatsu Ayla dan Xenia, serta Chevrolet Spin. Selain itu, Edward juga hanya merekrut pengemudi yang menurut koordinator komunitas transportasi daring memiliki pengalaman dan kebiasaan menyetir yang baik. “Memang agak subjektif, tapi ini penting untuk memastikan investasi perangkat kita di dalam kendaraan terjaga aman,” ujarnya. Usia mobil yang dipakai juga tak boleh lebih dari lima tahun. Untuk sistem bagi hasil dengan mitra pengemudi, Adroady tidak mematok berdasarkan jarak tempuh. Pengemudi bakal menerima bayaran berdasarkan jumlah
views yang didapat selama jam operasi per hari. Setiap mobil bisa memfasilitasi konten dari lima pengiklan berbeda. Dengan 500.000
views, Edward memperkirakan, pengemudi bisa memperoleh pendapatan sekitar Rp 950.000 sampai Rp 1,3 juta saban bulan. Merakit sendiri Nilai investasi pada seluruh perangkat di setiap kendaraan mitra Adroady, Edward mengaku, cuma sebesar Rp 3,7 juta. Itu sudah mencakup layar LED, dua kamera kecil, dan komputer mini yang terpasang di mobil. Setiap hari, dengan jumlah tim sebanyak tujuh orang,
satartup bisa merakit dua hingga tiga
videotron sekaligus. Sedang untuk modal produksi, Edward masih memanfaatkan dana yang diterimanya dari investor malaikat asal Singapura. “Ada yang enggak percaya modalnya bisa semurah itu, karena umumnya bisa sampai puluhan juta rupiah. Tapi, kami memang rakit teknologi sendiri yang memungkinkan biaya produksi
videotron jadi jauh lebih murah,” ujar Edward. Demi mendapatkan “resep” produksi videotron yang murah ini, Edward harus menghabiskan waktu hingga 1,5 tahun. Selama itu, ia berkeliling ke Singapura dan China untuk melakukan riset perangkat keras maupun perangkat lunak. Agar makin efektif, inovasi pada teknologi dan perangkat yang digunakan Adroady masih akan terus ditambah. Salah satunya, dalam hal metode penghitungan jumlah kendaraan sebagai
views.
Selama ini, jika kendaraan yang berhenti di sekitar mobil mitra terus sama, kamera akan menghitungnya sebagai
view yang berbeda setiap habis 15 detik. Ke depan, Edward akan mengupayakan, agar penghitungan
views bisa lebih spesifik. Caranya, dengan membedakan kendaraan berdasarkan nomor pelatnya. Bicara target, jumlah
videotron Adroady yang beredar di jalan rencananya bakal ditambah menjadi 1.000 layar pada akhir tahun nanti. Selain itu, kerjasama dengan mitra pengemudi juga bakal diperluas ke kota-kota besar lain, seperti Bandung, Surabaya, Medan, dan Bali. Edward meyakini, euforia media digital tak lantas membuat iklan luar ruangan mati. Mudah-mudahan, sentuhan kreativitas dan teknologi yang dihadirkan Adroady mampu membuat pariwara luar ruangan semakin relevan dengan kebutuhan masa kini. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: S.S. Kurniawan