IKM Logam di Desa Ngingas, Menempa Rezeki dari Keahlian Pande Besi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Muhammad Syah tampak khusyuk mengontrol alat pengolah logam besi di hadapannya. Sudah sekitar tiga bulan lamanya, siswa SMK PGRI 2 Ponorogo tersebut menimba ilmu lewat kerja praktik pada produsen spare part kendaraan bermotor roda dua di PT Aji Batara Perkasa Mandiri, Desa Ngingas, Kecamatan Waru, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Syah tidak sendiri. Beberapa rekannya juga melakukan kerja praktik lapangan di desa yang mendapat julukan Kampung Logam tersebut. Tak hanya mendapat ilmu, Syah dan kawan-kawan pun mendapat upah selama berpraktik di tempat itu.

Desa Ngingas memang tidak memiliki keindahan alam yang bisa dijual mengisi pundi-pundi Pendapatan Asli Desa (PADesa). Desa ini juga tidak memiliki sumber daya alam untuk dikeruk untuk mencukupi kebutuhan warganya.


Namun desa ini mewarisi keahlian pengolahan besi logam, turun temurun, yang menjadi sumber usaha utama mata pencaharian warga. Keahlian pande besi di tempat ini boleh dibilang sudah masuk generasi kelima.

Baca Juga: Perajin Logam di Desa Ngingas, Terbentur Permodalan dan Bahan Baku

Pada awal sejarahnya, perajin besi logam di tempat ini memproduksi benda-benda yang menopang kegiatan pertanian. Misalnya saja produk arit atau dan pacul yang digunakan sebagai peralatan pertaniaN sederhana.

Seiring waktu, jenis produk yang dihasilkan pun beraneka ragam. Industri rumahan pembuatan spare part kendaraan bermotor roda dua dan empat, bukan pemandangan aneh di tempat ini.

Sebanyak 320 pengusaha di tempat ini berhasil merekrut tenaga kerja hingga ribuan orang tenaga kerja.

Satu di antara sederet pengusaha logam di Ngingas adalah Samsul yang sudah menekuni usaha ini sejak tahun 2000. Pemilik PT Aji Batara Perkasa Mandiri ini, merupakan produsen spare part sepeda motor.

Samsul mempekerjakan tak kurang dari 80 orang. Sebelum pandemi Covid-19, pendapatannya bisa mencapai sekitar Rp 2,5 miliar saban bulan dengan margin keuntungan sekitar 10%.

"Sebelum tahun 2006, marjin keuntungan bahkan bisa mencapai 30%," ujarnya. Namun seiring dengan naiknya harga bahan baku dan kesulitan mendapatkannya, marjin pun mulai menyusut.

Aktivitas usaha warga di bidang logam. memang bukan menjadi ranah bisnis dan program Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa). Usaha pengolahan logam merupakan milik masyarakat desa.

Baca Juga: Industri Logam Desa Ngingas Bertahan di Tengah Pandemi dan Tantangan Lingkungan

Namun, BUMDesa juga memiliki pendapatan yang bersumber dari produk olahan logam. Produk itu adalah mesin pembakar sampah ramah lingkungan dengan teknologi sprayer. Produk ini telah dijual ke banyak daerah di Indonesia, karena menghasilkan polusi yang minim.

Produk ini juga mendapat peringkat 1 Bidang Lingkungan Hidup, dalam ajang penghargaan Inovasi Teknologi Propinsi Jawa Timur pada Desember 2019. Penghargaan diserahkan oleh Khofifah Indar Parawansa kepada Zainuddin Arifin Kepala BUMDesa Ngingas dan sejumlah perwakilan desa Ngingas lainnya.

Jangan bayangkan, pesatnya industri logam di desa ini membawa pemasukan yang besar juga bagi PADesa Ngingas. Karena memang sumber terbesar pendapatan masih berasal dari penjualan mesin pembakar sampah.

Pada tahun 2022 saja sebagi contoh, PADesa Ngingas mencapai Rp 60 miliar. Jumlah ini ditargetkan meningkat mencapai Rp 97 miliar pada tahun ini. Namun dengan PADesa sebesar itu pun, Desa Ngingas sudah masuk katagori Desa Mandiri dalam catatan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).

Pemerintahan Desa Ngingas, seperti dituturkan Sami'an, membantu kalangan pengusaha di desa ini dari sisi regulasi. Hingga kini pun tak jarang kegiatan usaha masyarakat di bidang pengolahan logam terantuk aneka peraturan.

Misalnya saja tudingan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang dilamatkan kepada para pengusaha. Penggunaan bahan baku seperti ini misalnya, tong oli bekas, dianggap menimbulkan efek berbahaya bagi lingkungan.

Baca Juga: Alas Prambon, rekomendasi tempat outbound di Sidoarjo

Tidak hanya itu, aturan mengenai lingkungan tempat berusaha juga kadang bolak-balik dipersoalkan. Hal ini yang ingin Sami'an selesaikan.

Tujuannya agar sentra industri logam yang ada di Provinsi Jawa Timur ini tetap lestari. Terlebih program pemerintahan Desa Ngingas yang ingin menjadikan Desa Ngingas sebagai tempat wisata edukatif, terwujud. Manfaatnya tentu akan dirasakan oleh banyak pihak, yang akan memperoleh keterampilan dan pengetahuan mengenai cara pengolahan logam seperti yang dirasakan oleh Syah bersama rekan-rekan sekolahnya.

Perhatian pemerintah

Memiliki sumber daya manusia yang unggul, tentu menjadi satu tolak ukur keberhasilan Desa Ngingas. Data penduduk miskin di Desa Ngingas turun drastis. Tahun 2013, jumlah penduduk miskin berjumlah sekitar 6% dari total penduduk. Namun hingga akhir tahun 2019, angka kemiskinan turun drastis menjadi 1,8% dari total jumlah penduduk.

Sami'an berharap dukungan dari pemerintah kepada para pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) di desanya. Selain dari kemudahan perizinan dan usaha, pemerintah juga diharapkan bisa membantu dalam urusan kemudahan permodalan.

"Syarat-syarat untuk mendapatkan modal usaha tersebut, kami meminta syarat yang ringan dan tidak memberatkan," tandas Sami'an.

Baca Juga: Jelajah Ekonomi Kontan (hari ke-5): Perajin di Sidoarjo, Suramadu dan bebek Madura

Kemudian terkait perizinan, Sami'an meminta ada perlakuan khusus bagi indsutri logam di tempatnya. Semua pihak tentu menginginkan semuanya berjalan dengan kondisi yang ideal. Masyarakat ingin ada kebijakan yang lebih lunak.

"Misalnya mengenai area produksi. Jarak antara rumah produksi dengan jalan, keterbatasan lahan. Kalau permintaannya seperti itu, maka akan makin kecil area produksinya," kata Sami'an. Dia berharap industri logam di Ngingas tetap bisa terus bertahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli