IKNB berburu surat utang via reksadana



JAKARTA. Porsi surat berharga negara (SBN) yang dimiliki oleh produk reksadana terus meningkat. Hal tersebut didorong oleh aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan industri keuangan non bank (IKNB) berinvestasi di SBN dalam jumlah tertentu.

Data Direktorat Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan per 29 November 2016 memperlihatkan, produk reksadana memegang SBN sebesar Rp 82,77 triliun, atau naik 37,34% dibandingkan akhir tahun lalu, sebear Rp 61,60 triliun. Sedangkan dibandingkan bulan sebelumnya, jumlahnya naik 2,07%.

Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi Kristiantoro memperkirakan, faktor utama yang menopang pertumbuhan jumlah SBN di reksadana adalah peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menetapkan batas minimum investasi bagi industri keuangan non bank (IKNB) untuk berinvestasi di SBN.


Sesuai peraturan nomor 1/POJK.5/2016, IKNB seperti asuransi, dana pensiun dan BPJS harus menempatkan 10%-30% dana investasinya di SBN. Reksadana beraset SBN termasuk dalam kategori ini. Hal tersebut mendorong lembaga keuangan memburu reksadana beraset SBN.

Yang teranyar, BPJS Kesehatan masuk ke reksadana guna memenuhi ketentuan investasi minimal di SBN. BPJS Kesehatan bekerja sama dengan tiga manajer investasi untuk membuat sebuah produk reksadana pendapatan tetap dengan aset dasar SBN.

Lebih pilih reksadana

Meskipun IKNB dapat saja memasuki pasar SBN tanpa harus lewat reksadana, analis Central Capital Asset Management Desmon Silitonga menilai diversifikasi ke produk reksadana adalah jalan terbaik.

Menurutnya, IKNB akan kesulitan memenuhi kewajiban investasi minimal di SBN jika hanya menempatkan sendiri dananya di SBN. “Jika mereka kelola sendiri, maka tidak bisa untuk placement, maka harus dibantu melalui reksadana agar di akhir tahun batas minimal itu bisa terpenuhi,” kata dia.

Dalam aturan yang sama, OJK juga menetapkan batas minimal investasi SBN di akhir tahun 2017, yakni antara 20%-30%. Dengan demikian, Desmon yakin kepemilikan reksadana di SBN ke depan akan terus meningkat.

Desmon memprediksi, pada tahun 2017, kepemilikan reksadana di SBN bisa tumbuh antara 5%-10% dibanding dengan tahun ini. Nicodimus menilai, ke depan bukan hanya peraturan OJK yang dapat menggemukkan porsi kepemilikan reksadana di SBN.

Dia bilang, SBN tetap menjadi pilihan menarik untuk dijadikan aset dasar reksadana, terutama apabila ketidakpastian global sudah mulai mereda, seiring mulai terbentuknya kabinet Amerika Serikat (AS). Dengan demikian, porsi SBN yang dimiliki reksadana bakal meningkat.

“Apalagi ditunjang dengan kuatnya fundamental ekonomi domestik,” ujar Nicodimus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie