Ikut amnesti pajak tak berarti bebas pemeriksaan



KONTAN.CO.ID - TANGERANG. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Wajib Pajak (WP) yang sudah ikut amnesti pajak tetap digulirkan.

Asal tahu saja, Ditjen Pajak menargetkan, penerimaan dari penindakan dan pemeriksaan sebesar Rp 50 triliun pada tahun ini. Nilai ini bahkan naik dari target tahun sebelumnya yang sebesar Rp 45 triliun.

Kasubdit Perencanaan Pemeriksaan DJP Tunjung Nugroho mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak tidak tertutup bagi WP yang sudah ikut amnesti pajak. Sebab, dari SPT 2016 dan 2017, WP yang sudah ikut amnesti pajak sudah berlaku ketentuan normal.


“Sekarang sasaran kami yang tidak patuh. Itu saja. Intinya bisa dua-duanya (peserta amnesti pajak atau non-peserta amnesti pajak). Kalau di 2016 dan 2017 tidak patuh, boleh-boleh saja dicek SPT-nya,” kata Tunjung saat ditemui di ICE BSD, Tangerang Selatan, Rabu (9/5).

Tunjung bilang, bagi peserta amnesti pajak, yang dijamin untuk tidak diperiksa adalah sampai Desember 2015 dan sebelumnya. Sementara, 2016 ke depan, kepatuhan WP tersebut akan dipantau lewat SPT Tahunan.

“Yang 16 ke depan normal menurut UU Perpajakan. Bedanya 2015 ke bawah itu tidak bisa diperiksa, tapi hartanya bisa kami periksa bila ada data pendukung. Kalau 2016 ke depan, SPT-nya kami lihat,” jelasnya.

Tunjung menyatakan, terkait dengan pemeriksaan harta, Ditjen Pajak akan lebih fokus ke WP yang non-peserta amnesti pajak. “Sekarang kami masih, terkait harta, fokus ke yang tidak ikut. Kalau yang ikut, kami cek SPT-nya,” katanya.

Oleh karena itu, wajib pajak (WP) diimbau memaksimalkan penggunaan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 165 Tahun 2017 yang memberi kesempatan lagi bagi WP yang tidak ikut amnesti pajak dan bagi peserta amnesti pajak yang belum melaporkan seluruh hartanya untuk melaporkan sendiri hartanya tanpa dikenai sanksi.

Sebelumnya, Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak Angin Prayitno Aji pernah berujar, kalau WP sedang diperiksa, WP bisa juga melakukan apa yang diatur dalam UU KUP Pasal 8 ayat 4.

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa walaupun fiskus telah memerika tapi belum menerbitkan surat ketetapan pajak, kepada WP, baik yang telah maupun yang belum membetulkan Surat Pemberitahuan, masih diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan.

Namun, untuk membuktikan kebenaran laporan WP tersebut, proses pemeriksaan tetap dilanjutkan sampai selesai. “Kalau misal sedang diperiksa dia bisa juga lakukan (UU KUP) Pasal 8 ayat 4. Itu lebih bagus. Jadi kami lebih persuasif ke WP. Kalau dia diperiksa, bisa pembetulan. Saya imbau maksimalkan PMK 165 daripada harus kena sanksi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2017,” ujarnya.

PP 36 memuat sanksi atas harta bersih yang belum atau kurang diungkap oleh WP. Yang akan dikenakan PPh adalah aset-aset yang belum diikutkan amnesti pajak, baik bagi wajib pajak yang sudah ikut maupun yang tidak ikut amnesti pajak.

Bagi WP yang ikut amnesti pajak, sanksinya 200%. Sementara, yang tidak ikut, sanksinya 2% maksimal 24 bulan atau 48%.

Adapun, agar lebih fokus pemeriksaan, saat ini, DJP sedang mematangkan Komite Perencanaan Pemeriksaan dan Komite Pengendalian Mutu Pemeriksaan. Komite ini akan ada di tingkat pusat maupun kantor wilayah.

Pemeriksa yang banyak menangani pemeriksaan WP untuk restitusi PPN (Pajak Pertambahan Nilai) juga dialihkan untuk pemeriksaan yang berpotensi mendatangkan penerimaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati