JAKARTA. Manajer investasi (MI) di dalam negeri berpeluang memperluas basis investor. Caranya, institusi pengelola reksadana bisa ikut serta dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) mulai Desember 2015. Tapi, MI kecil tampaknya akan terjegal syarat batas minimal dana kelolaan. Kepala Departemen Pengawas Pasar Modal IIA Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Fakhri Hilmi mengungkapkan, regulator industri keuangan negara-negara Asia Tenggara sudah membuat kesepakatan. Isinya, yang dapat ikut serta dalam ajang MEA 2015 hanya MI dengan dana kelolaan alias
assets under management (AUM) minimal US$ 500 juta atau setara Rp 6,5 triliun (kurs US$ 1 = Rp 13.000). “Tapi, aturan US$ 500 juta itu belum definitif. Tentu, kita berharap bisa berubah, batas AUM diturunkan,” ujar Fakhri, akhir pekan lalu.
Menurutnya, batas dana kelolaan senilai US$ 500 juta akan menghambat sebagian besar MI di Indonesia yang tingkat dana kelolaannya masih minim. Perhitungan OJK, apabila berdasarkan batasan AUM tersebut, jumlah MI lokal yang dapat berpartisipasi hanya sekitar 10 hingga 11 MI dari total 80 MI yang ada. Itu sebabnya OJK berharap, proses penjualan reksadana pada MEA 2015 tidak menggunakan pendekatan filter berdasarkan AUM. “Bisa saja berdasarkan kuota reksadana yang bisa dijual setiap negara. Misalnya, masing-masing negara diberi kuota menjual 100 reksadana. Itu lebih fair,” imbuh Fakhri. Ia menjelaskan, regulator keuangan se-Asia Tenggara juga menyepakati, MI yang lolos seleksi AUM tidak serta merta bisa menjual semua produk reksadana mereka. Namun, lantaran belum ada kesepakatan final, kriteria reksadana yang dapat dijual juga belum jelas. Makanya, saat ini OJK juga sedang membahas aturan khusus terkait kesiapan menghadapi MEA. Salah satu poinnya, MI boleh menerbitkan reksadana khusus MEA dengan aset dasar 100% efek asing di kawasan Asia Tenggara. “Aturan ini masih wacana. Yang jelas, kita tidak mau MI asing bisa ke sini, tapi MI kita tidak bisa keluar,” papar Fakhri. Saat ini beleid yang mengatur porsi efek asing masih dalam Peraturan Bapepam LK nomor IV.B.1 dan IV.B.2 menyebutkan, porsi efek asing reksadana konvensional maksimal 15% dari portofolio. Khusus reksadana terproteksi porsi efek asing bisa 30%. Perlu modal besar
Head of Operation and Business Development PT Panin Asset Management Rudiyanto merespons positif keinginan OJK menurunkan batas minimal AUM tersebut. “Supaya lebih banyak MI lokal yang berpartisipasi,” ujarnya. Meski demikian ia sependapat, jumlah dana kelolaan sebagai kriteria keiikutsertaan MI pada MEA 2015.
Sebab, jumlah dana kelolaan mencerminkan tingkat kepercayaan investor terhadap MI. Mengenai racikan reksadana efek asing, kata Rudiyanto, MI harus menyiapkan diri untuk proses pembelian dan penjualan efek asing. Pasalnya, ada perbedaan jam bursa antar negara sehingga menyulitkan penghitungan nilai aktiva bersih (NAB).
Vice President Investment Quant Kapital Investama Hans Kwee menilai, MEA 2015 bisa berdampak bagus, karena aset dasar reksadana efek asing lebih luas. Ini memudahkan MI yang bersiap ekspansi ke luar negeri. "Tapi, di sisi lain, persaingan di dalam negeri semakin ketat," jelasnya. Menurut Hans, batas minimal dana kelolaan US$ 500 juta bukan masalah bagi MI kecil. MI kecil masih fokus meraup potensi pasar domestik. Selain itu, MI yang ingin memasarkan produk ke luar negeri memang harus punya dana besar. "Biaya promosi produk di luar negeri tentu mahal, sehingga ini memang cocok untuk MI dengan dana kelolaan besar," ujarnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa