Ilmuan Membuktikan Kepiting Pantai Ternyata Juga Dapat Merasakan Sakit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepiting pantai (Carcinus maenas) mungkin dikenal dengan cangkangnya yang keras, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa mereka memiliki sensitivitas yang lebih tinggi daripada yang selama ini diasumsikan.

Para ilmuwan telah berhasil membuktikan bahwa otak kepiting hidup mampu memproses nyeri secara kompleks, tergantung pada tingkat keparahan dan lokasi rangsangan yang menyakitkan.

Penemuan ini membuka kemungkinan bahwa kepiting dan krustasea terkait memang dapat merasakan nyeri, sehingga memunculkan tantangan etika dalam cara manusia menangani dan mengonsumsi hewan-hewan ini.


Baca Juga: Jeff Bezos Bangun Kapal Mewah Lagi Seharga US$75.000.000, Ini Alasannya

Bukti Ilmiah: Nyeri Bukan Sekadar Refleks

Mengutip sciencealert, penelitian yang dipimpin oleh para ahli di Universitas Gothenburg menggunakan metode pencatatan aktivitas listrik pada sistem saraf kepiting, serupa dengan elektroensefalogram (EEG) pada manusia.

Dengan menempatkan elektroda di cangkang kepiting, para peneliti mempelajari reaksi otak terhadap rangsangan kimiawi dan mekanis. Hasilnya menunjukkan bahwa nyeri yang dirasakan kepiting melibatkan sistem saraf pusat, menandakan adanya proses pengenalan nyeri yang lebih tinggi, bukan sekadar refleks otomatis.

Hasil Utama Penelitian:

  • Ketika larutan asam dengan tingkat keasaman berbeda diaplikasikan pada jaringan lunak kepiting, reseptor nyeri dalam sistem saraf perifer mengirimkan sinyal ke otak. Respons ini meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi asam.
  • Ketika rangsangan mekanis yang menyakitkan diberikan, sistem saraf pusat menunjukkan aktivitas listrik dengan amplitudo yang lebih tinggi dibandingkan rangsangan kimiawi. Pola aktivitas ini berbeda, memungkinkan peneliti untuk membedakan jenis rangsangan berdasarkan sinyal otak.
Penelitian ini menjadi salah satu yang pertama menggunakan sinyal elektrofisiologi untuk menunjukkan respons nyeri yang menyerupai vertebrata pada krustasea hidup.

Baca Juga: Jepang Hoki, Temukan 230.000.000 Ton Mineral Langka Bernilai Miliaran Dolar AS

Implikasi bagi Hewan

Hasil penelitian ini memiliki dampak besar terhadap kesejahteraan hewan, terutama dalam industri makanan laut.

Zoofisiolog Lynne Sneddon menekankan perlunya metode yang lebih manusiawi dalam membunuh krustasea jika konsumsi hewan ini dilanjutkan.

Temuan ini mengindikasikan bahwa proses seperti merebus atau memotong kepiting hidup dapat menyebabkan penderitaan yang signifikan.

Biolog Eleftherios Kasiouras juga menyatakan bahwa struktur sistem saraf yang serupa pada krustasea lain, seperti udang, lobster, dan crayfish, memungkinkan mereka merasakan nyeri dengan cara yang sama.

Dengan demikian, pengaturan yang lebih ketat terhadap praktik perlakuan hewan-hewan ini perlu dipertimbangkan.

Selanjutnya: Tingkatkan Layanan Kedokteran Nuklir, GE HealthCare Menggandeng RS Darmais

Menarik Dibaca: Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Pantau Kepatuhan Kewajiban Uji Emisi

Editor: Handoyo .