KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepiting pantai (Carcinus maenas) mungkin dikenal dengan cangkangnya yang keras, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa mereka memiliki sensitivitas yang lebih tinggi daripada yang selama ini diasumsikan. Para ilmuwan telah berhasil membuktikan bahwa otak kepiting hidup mampu memproses nyeri secara kompleks, tergantung pada tingkat keparahan dan lokasi rangsangan yang menyakitkan. Penemuan ini membuka kemungkinan bahwa kepiting dan krustasea terkait memang dapat merasakan nyeri, sehingga memunculkan tantangan etika dalam cara manusia menangani dan mengonsumsi hewan-hewan ini.
Bukti Ilmiah: Nyeri Bukan Sekadar Refleks
Mengutip sciencealert, penelitian yang dipimpin oleh para ahli di Universitas Gothenburg menggunakan metode pencatatan aktivitas listrik pada sistem saraf kepiting, serupa dengan elektroensefalogram (EEG) pada manusia. Dengan menempatkan elektroda di cangkang kepiting, para peneliti mempelajari reaksi otak terhadap rangsangan kimiawi dan mekanis. Hasilnya menunjukkan bahwa nyeri yang dirasakan kepiting melibatkan sistem saraf pusat, menandakan adanya proses pengenalan nyeri yang lebih tinggi, bukan sekadar refleks otomatis. Hasil Utama Penelitian:- Ketika larutan asam dengan tingkat keasaman berbeda diaplikasikan pada jaringan lunak kepiting, reseptor nyeri dalam sistem saraf perifer mengirimkan sinyal ke otak. Respons ini meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi asam.
- Ketika rangsangan mekanis yang menyakitkan diberikan, sistem saraf pusat menunjukkan aktivitas listrik dengan amplitudo yang lebih tinggi dibandingkan rangsangan kimiawi. Pola aktivitas ini berbeda, memungkinkan peneliti untuk membedakan jenis rangsangan berdasarkan sinyal otak.