Imbal hasil lebih rendah daripada prediksi, green bond Indonesia masih bisa laku



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan menawarkan green bond di pasar global pada Jumat (23/2) lalu. Obligasi syariah ramah lingkungan bertenor 5 tahun tersebut diterbitkan senilai US$ 1,25 miliar. Kupon sukuk hijau pertama di dunia ini dipatok sebesar 3,75%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya yaitu 4,05%.

Anil Kumar, analis obligasi Ashmore Asset Management Indonesia, menilai penerbitan instrumen surat utang syariah bersifat ramah lingkungan ini bakal cukup menarik minat pasar global. Terutama, bagi investor yang memiliki mandat atau preferensi pada obligasi yang mendukung proyek pelestarian lingkungan.

Akan tetapi, dengan tawaran imbal hasil sebesar 3,75%, minat para investor secara umum tidak akan begitu besar. Pasalnya, imbal hasil ini hanya lebih tinggi 20-30 basis poin dari obligasi bertenor 5 tahun lainnya yang akan jatuh tempo satu hingga dua tahun sebelum sukuk hijau teranyar ini.


"Investor lain, yang tidak berkarakter khusus (ramah lingkungan), melihat sukuk hijau ini sama saja dengan obligasi konvensional sebelumnya yang menawarkan imbal hasil 3,4%-3,5%," kata Anil.

Memang, secara fundamental, perekonomian semakin positif dan menarik perhatian investor secara global untuk membeli surat utang Indonesia. Namun, valuasi juga menjadi faktor penentu, di antaranya adalah besaran kupon obligasi yang ditawarkan. "Tahun ini nominal obligasi global Indonesia akan lebih besar, namun dimulai dari imbal hasil yang kecil, kita lihat nanti bagaimana respon pasar," kata Anil.

Di sisi lain, Desmon Silitonga, Fund Manager Capital Asset Management, berpendapat, tawaran kupon sukuk yang lebih kecil ini mengindikasikan surat utang Indonesia minim risiko. Tambah lagi, investor dari negara-negara berwawasan lingkungan tinggi seperti Eropa akan mengincar sukuk hijau ini.

"Selain beprospek ramah lingkungan, obligasi ini juga cukup aman bagi investor sehingga akan tetap menarik," kata Desmon.

Menurut Desmon, pemerintah memang harus memanfaatkan momentum di awal tahun ini untuk menerbitkan surat utang. Sebab, pasar global tengah mengapresiasi obligasi pemerintah yang mengalami perbaikan peringkat. "Apalagi jika nanti Moody's kembali menaikkan rating utang, respon pasar akan lebih baik lagi," ujar Desmon.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati