KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun depan, pemerintah menambah alokasi pembiayaan proyek infrastruktur melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) alias Project Financing Sukuk menjadi Rp 28,43 triliun, dari sebelumnya Rp 22,53 di tahun 2018. Instrumen ini dinilai menarik bagi investor, sebab menawarkan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan instrumen surat utang pemerintah lainnya. Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menjelaskan, instrumen sukuk berbasis proyek memang ditujukan untuk profil investor institusi. "Karena penawarannya biasanya lewat lelang atau private placement," ujar Made kepada Kontan.co.id, Jumat (21/12).
Dari segi imbal hasil alias kupon, Made menyebut, SBSN proyek biasanya cenderung seiring dengan kupon yang ditawarkan Surat Utang Negara (SUN). Artinya, saat kupon SUN naik, maka kupon SBSN proyek pun akan bergerak naik. Kupon juga bersifat tetap (fixed) lantaran telah ditetapkan sesuai dengan akad ijarah. "Biasanya, kupon yang ditawarkan lebih tinggi. Selisihnya bisa sekitar 15 hingga 25 basis poin (bps). Begitu juga dengan yieldnya, jadi cocok untuk investor yang mengincar yield lebih tinggi," terang Made. SBSN seri PBS-021 yang terbit 5 Desember lalu, misalnya, dipatok kupon tetap sebesar 8,5% per tahun. Instrumen bertenor delapan tahun ini memiliki yield sebesar 8,55% dan ditawarkan secara private placement. Sementara, pada tanggal tersebut, yield SUN acuan bertenor 10 tahun berada di sekitar level 7,9%. SBSN berbasis proyek juga bersifat tradable alias dapat diperdagangkan. Namun, Made mengatakan, instrumen ini memang masih kalah likuid dibandingkan dengan SUN.