Imbas corona, ILO memprediksi 6,7% jam kerja akan hilang di kuartal II-2020



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah corona (Covid-19) tak hanya merenggut kesehatan masyarakat, tetapi juga pekerjaan dalam skala besar di seluruh dunia. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memprediksi, akan timbul banyak pengangguran akibat Covid-19 ini.

Menurut perhitungan ILO, sebanyak 6,7% jam kerja atau setara dengan pekerjaan 195 juta pekerja di dunia akan hilang di kuartal II-2020. Kondisi ini bahkan lebih buruk daripada krisis tahun 2008 - 2009.

"Sekitar 38% dari tenaga kerja global bekerja di bidnag manufaktur, perhotelan, pariwisata, perdagangan, dan transportasi yang menghadapi hilangnya permintaan, penurunan pendapatan, dan potensi kebangkrutan," tulis Departemen Urusan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) lewat laporan berjudul 'World Economic Situation and Prospects as of mid-2020' yang diterima Kontan.co.id, Kamis (14/5).


Baca Juga: Jumlah pengangguran baru di Australia sentuh rekor

Di Amerika Serikat (AS) sendiri, jumlah pengangguran meroket pada Maret dan April dan bahkan menyentuh rekor tertingginya dengan lebih dari 30 juta penganggur pada akhri April 2020. Jika tidak diatasi, maka tingkat pengangguran di Negeri Paman Sam tersebut berpotensi meningkat 10% di keseluruhan tahun ini.

Sementara itu, di berbagai negara di Eropa, tingkat pengangguran juga diperkirakan bakal melonjak lebih dari dua digit, khususnya di Yunani, Italia, dan Spanyol. Apalagi seperti yang diketahui, porsi lapangan kerja disokong oleh sektro pariwisata dan transportasi.

Negara maju saja remuk, apalagi negara berkembang. PBB memperkirakan, dampak Covid-19 ke mata pencaharian di negara berkembang akan lebih masif. Hal ini disebabkan minimnya asuransi ketenagakerjaan dan perlindungan sosial.

Dampak terbesar akan dirasakan pada lapangan kerja yang mengharuskan adanya interaksi langsung. Diperkirakan, sebanyak 600 juta pekerja di bidang restoran dan akomodasi, serta di perdagangan eceran dan grosir akan mengalami penurunan pendapatan.

Kabar baiknya, PBB melihat akan ada minimnya efek pada lapangan pekerjaan yang tidak membutuhkan tatap muka, seperti di layanan keuangan, layanan profesional, dan manajemen.

Kekhawatiran lebih lanjut datang pada sektor informal. Apalagi, di banyak negara berkembang, sektor ini belum sepenuhnya mendapatkan perlindungan sosial. Pembatasan pergerakan manusia yang dilakukan untuk menghalau virus ini mampu merugikan pekerja informal.

"Teurtama mereka yang berketerampilan rendah, kaum minoritas, imigran, bahkan perempuan, serta kelompok yang kurang beruntung lainnya," tambah lembaga tersebut.

Lebih lanjut, PBB masih melihat bahwa risiko kehilangan lapangan pekerjaan masih akan berlanjut bahkan hingga perekonomian global pulih dengan cepat. Tak hanya itu, PBB juga menemukan akan ada pola baru yang berkembang dalam berbagai lapangan pekerjaan.

Seperti misalnya kegiatan ekonomi ritel, hiburan dan rekreasi yang melibatkan banyak orang, akan beralih ke online. Tak hanya itu, industri bahkan kemungkinan akan mengganti tenaga kerja dengan tenaga mesin.

Ini disebabkan orang masih merasa takut dengan perkembangan virus dan mutasinya. Oleh karena itu, jika wabah virus ini selesai permintaan tenaga kerja agregat kemungkinan akan tetap tertekan dan bahkan jatuh, dan pengangguran akan masih akan tetap tinggi.

Baca Juga: Rekor baru! Defisit anggaran AS mencapai US$ 738 miliar

Editor: Khomarul Hidayat