Imbas Larangan Ekspor CPO, Petani Tak Lagi Tertarik Melakukan Peremajaan Pohon Sawit



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Imbas dari larangan ekspor CPO, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat-Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP-Apkasindo), Gulat Manurung mengatakan sejak larangan ekspor CPO petani semakin mati rasa untuk melakukan peremajaan sawit rakyat (PSR).

Hal ini dikarenakan harga Tadan Buah Segar (TBS) kelapa sawit yang kian anjlok dan bahkan nyaris tidak laku. “PSR jadi mati rasa, dulu sangat didambakan semua petani. Namun karena harga TBS anjlok, petani menjadi tidak tertarik lagi ikut PSR,” katanya pada Kontan.co.id, Senin (16/5).

Selain itu Gulat menyatakan, keadaan petani sawit saat ini semakin kritis imbas dari pelarangan ekspor CPO. Dari 1.118 pabrik sawit di Indonesia paling tidak 25% telah stop pembelian TBS sawit petani.


Baca Juga: Harga TBS Turun, Apkasindo Sampaikan 5 Pesan dalam Aksi Keprihatinan Petani Sawit

Hal ini terjadi sejak harga TBS anjlok 40 – 70 % dari harga penetapan Disbun dan merata terjadi sejak pelarangan ekspor berlangsung . Per akhir April 2022 Gulat menyatakan, bahwa petani sudah merugi 11,7 triliun termasuk hilangnya potensi pendapatan negara melalui bea cukai yang keluar.

“Dampaknya luar biasa, telah mengganggu sendi – sendi ekonomi petani kelapa sawit dan rantai ekonomi nasional,” tuturnya.

Selain itu Gulat mengatakan, anjloknya TBS juga berimbas terhadap kebun petani. Saat ini banyak kebun petani yang sudah mulai terlantar karena tidak ada biaya perawatan seperti pupuk pengendalian gulma dan lain lalin.

Sementara kebutuhan kebun sawit berbeda dengan tanaman lainnya, jika kebun tidak dirawat akan mengakibatkan sawit rusak dan untuk mengembalikan ke kondisi semula butuh waktu yang bertahun – tahun.

Baca Juga: BPDPKS Sebut Pengembangan SDM Dapat Meningkatkan Produktivitas Petani

“Selanjutnya sawit tidak akan dipanen. Jika tak dipanen maka buah sawit yang gak dipanen tadi akan merangsang senyawa organik yang disebut "hormon inhibitor". Hormon inhibitor ini akan menghambat pertumbuhan sawit dan bisa berdampak fatal,” tegas Gulat.

Gulat berharap agar pelarangan ekspor CPO ini segera dicabut. Karena jika ini masih terus berlangsung dalam waktu yang lama kebun petani bisa terjual akibat tidak ada pembiayaan dan akan banyak petani yang kehilangan lapangan pekerjaan.

“Selain itu, dampak kedepannya juga kebun sawit akan dikuasain oleh kelompok tertentu. Tentu ini akan merusak keseimbangan dimensi ekonomi, sosial dan ekologi dari sawit,” tutup Gulat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .