Imbas naiknya tarif listrik ke industri manufaktur



JAKARTA. Tarif listrik non subsidi naik signifikan yang berkisar Rp 48,92/kwh hingga Rp 72,2/kwh mulai awal Mei. Salah satu industri yang terkena dampaknya adalah industri tekstil.

Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia mengatakan kontribusi listrik untuk industri tekstil cukup besar. "Kontribusi listrik untuk industri tekstil dan manufaktur itu sebesar 15-25%. Bukan hanya tekstil sebenarnya, itu juga berlaku untuk industri manufaktur lainnya," kata Ade pada KONTAN, Senin (4/5).

Dengan kenaikan yang tidak stabil, Ade bilang ini justru menjadi lampu kuning untuk Indonesia. Investasi dari luar negeri justru akan ragu masuk ke Indonesia.


"Listrik menjadi tulang punggung untuk tekstil. Kalau misalnya listrik naik turun seperti ini, industri tekstil dipastikan akan stagnan," kata Ade.

Ade bilang, industri tekstil tak bisa menaikkan harga jualnya ketika tarif listrik naik. Selain karena sepinya permintaan saat ini, industri tekstil dalam negeri harus bersaing dengan produk China yang harganya jauh lebih murah.

Akibat dari kenaikan tarif listrik secara berkala ini, sudah banyak pemintalan yang terpaksa gulung tikar. "Sepanjang Januari hingga Maret, sudah 1,6 juta spindel yang harus berhenti berproduksi," jelas Ade.

PT Selamat Sempurna Tbk yang juga merupakan industri manufaktur justru masih bisa bernafas lega saat tarif listrik naik. Pasalnya, perusahaan komponen otomotif ini menggunakan bahan bakar gas untuk energinya.

"Sudah 10 tahun kami pakai gas. Sekarang ini, listrik kontribusinya hanya 1% dari ongkos produksi. Jadi ketika tarif listrik naik, dampaknya tidak terlalu signifikan buat kami," jelas Andri Pribadi, Direktur Keuangan PT Selamat Sempurna.

Toyota Motor Manufacturer Indonesia (TMMIN) justru enggan berkomentar soal masalah kenaikan listrik. "Listrik jadi pertimbangan kami. Tapi kami tidak bisa berkometar soal ini," ujar Warih Andang Tjahjono, Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN)

Menurut Warih, yang sekarang menjadi permasalahan bagi industrinya adalah keadaan ekonomi. Harapannya justru dari perencanaan infrastruktur segera dimulai, sehingga permintaan mobilnya bisa meningkat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto