Imelda menyatukan unsur tradisional dan modern (4)



Imelda Ahyar memilih berkiprah dalam dunia fesyen dalam negeri sebelum go international. Dalam setiap rancangannya, ia menggabungkan corak budaya daerah, kecuali songket dan batik, dengan aksen yang modern. Imelda yakin konsep yang dia usung akan menjadi tren fesyen mendatang.Latar belakang sekolah mode di Paris, Prancis, tidak membuat Imelda Ahyar latah dengan mengusung konsep yang kebarat-baratan. Walaupun sebagian besar pasar fesyen di Indonesia cenderung menyukai merek-merek dari perancang dunia, toh ia tak mau terjebak.Menurut Mel, begitu ia biasa disapa, ada hal yang lebih penting dari sekadar berapa banyak jumlah pakaian yang laku terjual. "Desain itu seni. Ukuran bagus tidaknya seni bukan dari berapa uang yang masuk ke kantong," katanya.Mel memilih konsep multikultur dengan sentuhan etnik Asia ketimbang barat. Soalnya, saat ini, banyak kekayaan budaya Asia termasuk Indonesia yang belum banyak digali. "Setiap desainer selalu punya visi dan mimpi untuk mengharumkan nama bangsa," ujar dia.Hanya, Mel tidak memakai ornamen batik dan songket dalam setiap karyanya. Sebab, batik dan songket sudah banyak dipakai oleh perancang busana lainnyya. Sehingga, akan lebih baik jika ia memilih corak lain.Baginya, yang penting adalah bagaimana penggabungan motif, desain etnik, dan budaya daerah tersebut dilakukan dengan konsisten. "Setelah booming batik serta songket, saya melihat sebuah tren baru di pasar Indonesia, yakni masyarakat yang mulai menyukai sesuatu yang berbau culture," kata pemilik butik Mel Ahyar Happa dan Mel Ahyar Coutere ini.Baginya, tren itu merupakan perkembangan yang positif bagi dunia fesyen Tanah Air. Pasalnya, para perancang kita akan makin berani memperkenalkan karya-karya terbaik mereka, dan tak takut lagi bersaing dengan desainer asing. Meski mengikuti tren yang berbau budaya, Mel tidak meninggalkan kesan modern dalam setiap rancangannya. Konsep global dengan campuran budaya asli adalah bentuk dari upayanya melestarikan budaya Indonesia. "Dalam setiap koleksi yang saya buat, sebisa mungkin saya menggabungkan nuansa culture dengan sesuatu yang simpel dan berwarna natural," katanya. Penggabungan ini untuk menghindari kesan kolot atau ketinggalan jaman.Mel yang juga berprofesi sebagai pengajar fashion desaign di Raffles Desaign Institute, Jakarta, mencontohkan, rancangannya terlihat lebih modern dan elegan dengan menggabungkan kain corak Palembang dengan aksesori yang berbau ketimur-timuran.Sebenarnya, ia menambahkan, tren mix culture bukan sesuatu yang baru. Fesyen multikultur juga telah dikenal sebagai fashion design di jalur nouvelle coulture. Makanya, Mel tidak mau mengklaim, konsep yang dia usung sebagai konsep yang baru ditemukan dan kemudian booming. Mel bilang, kemampuan dan pengetahuan akan fesyen serta memprediksi tren busana ke depan menjadi penting dalam industri fesyen. Karena itu, ia cukup beruntung bisa belajar dan mengenyam pendidikan di ESMOD. "Lahirnya sebuah tren tak lepas dari sejarah sebuah negara, juga topik hangat yang tengah dibicarakan masyarakat," ujarnya. Untuk mengetahui dan memprediksi tren fesyen yang akan datang, Mel mengatakan, tidak begitu sulit. Apalagi, jika para desainer peka pada topik hangat yang menjadi perguncingan mayarakat. Misalnya, euforia go green, di mana masyarakat lebih menyukai penggunaan barang-barang ramah lingkungan.Isu yang berkembang di masyarakat tersebut seharusnya mendorong para desainer menciptakan busana berbahan baku ramah lingkungan. Dengan didukung model busana simpel serta tren warna yang natural, akan menambah kesan ramah lingkungan. Tren ramah lingkungan ini pula yang kemudian membuat Mel sejak setahun lalu mulai menggunakan bahan baku eco-friendly, dengan campuran bahan organik yang lebih banyak.Sampai saat ini, ia mengaku puas dengan apresiasi masyarakat terhadap hasil rancangannya. Terlebih, kalau kemudian banyak masyarakat yang mempercayakan pembuatan busana kepadanya. Hubungan yang erat antara desainer dan pelanggan akan membuat hasil karyanya lebih bagus. (Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi