IMF beri peringatan risiko utang ke semua negara



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON DC. Dana Moneter Internasional (IMF) mengingatkan semua negara agar mewaspadai risiko utang pada tahun ini. Di tengah ketidakpastian global dan perang dagang, peningkatan utang pemerintah dan swasta bisa menghambat laju ekonomi.

Meski risiko meningkat, IMF memproyeksikan, perekonomian global tahun ini dan tahun depan bisa tumbuh 3,9%. Angka ini lebih tinggi daripada proyeksi IMF pada Oktober 2017 sebesar 3,7%.

Direktur Pelaksana IMF Christine Lagarde menyatakan, momentum pertumbuhan itu terdorong oleh penguatan investasi dan peningkatan transaksi perdagangan dunia. "Dalam jangka pendek, ekonomi global masih akan terang. Hanya di sisi lain, kami juga melihat ada akumulasi hambatan di masa depan," ujar Lagarde kepada jurnalis, termasuk dari KONTAN, di sela-sela Spring Meeting IMF-Bank Dunia, Kamis (19/4).


Hambatan itu berasal dari risiko utang. Alarm utang berbunyi seiring penambahan utang dari seluruh negara di dunia. Catatan IMF, utang global saat ini melesat hingga 225% dari pendapatan per kapita global yakni mencapai US$ 164 triliun. Ini merupakan rekor utang baru sejak 2016 lalu. Semakin besar utang, tarif atau bunga utang bertambah, berikutnya volatilitas pasar keuangan juga naik.

Kondisi serupa tengah terjadi Indonesia. Utang pemerintah akhir tahun lalu mencapai Rp 3.938 triliun dan berpotensi meningkat menjadi Rp 4.772 triliun di pengujung tahun ini. Jumlah itu bertambah hampir dua kali lipat dibandingkan dengan posisi 2014 lalu yang hanya Rp 2.609 triliun.

Salah satu cara mengatasi tantangan tersebut adalah, IMF meminta negara-negara untuk menurunkan defisit anggaran mereka secara gradual. Secara otomatis, langkah ini bisa mengerem utang pemerintah bertambah.

Tapi, menurut Scenaider Clasein H. Siahaan, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Kementerian Keuangan, peringatan dari IMF itu cuma berlaku untuk negara dengan excessive borrowing. Yakni, negara dengan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) lebih dari 60%. "Indonesia tidak, karena rasio utang baru 29% dari PDB," tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie