KONTAN.CO.ID-JAKARTA International Monetary Fund (IMF) bekerja sama dengan World Bank (Bank Dunia) meluncurkan beberapa rekomendasi kebijakan untuk menggenjot penerimaan perpajakan negara-negara berkembang demi memobilisasi sumber daya domestik. Strategi ini diberi nama
joint domestik resource mobilization initiative (JDRMI). Menurut dua badan internasional tersebut, peningkatan penerimaan pajak sangat penting untuk memenuhi kebutuhan belanja negara negara. "Negara dengan tax ratio di bawah 15% kemungkinan besar tidak akan mampu memenuhi kebutuhan belanjanya. Akibatnya, negara-negara tersebut bertumbuh lebih lambat dibandingkan dengan negara dengan tax ratio di atas 15%," tulis IMF dan World Bank dalam laporannya, dikutip Minggu (4/8).
Inisiatif tersebut bertujuan membantu negara-negara berkembang untuk meningkatkan sumber daya yang tersedia demi mewujudkan pembangunan dalam jangka menengah.
Baca Juga: Ekonomi Global Tumbuh Moderat, IMF Revisi Target Pertumbuhan di AS, Eropa dan China Secara umum, terdapat enam kebijakan yang perlu dipertimbangkan negara-negara berkembang dalam rangka meningkatkan penerimaan pajak. Pertama, IMF dan WB merekomendasikan negara-negara berkembang untuk meningkatkan efektivitas dari insentif pajak yang selama ini diberikan. Menurut dua badan international tersebut, insentif
tax holiday yang ditawarkan di kawasan ekonomi khusus bukanlah instrumen yang efektif untuk menarik investasi. IMF dan WB menilai, insentif seperti kredit pajak investasi, penyusutan yang dipercepat, atau pengeluaran investasi secara langsung, akan mampu mendatangkan investasi asing. "Insentif pajak investasi perlu disederhanakan lebih lanjut dalam konteks pajak minimum global dan kebutuhan untuk menangkal erosi basis dan pergeseran laba," katanya. Kedua, negara-negara berkembang perlu memperluas basis pajak pertambahan nilai (PPN) dan menekan informalitas. Menurut dua lembaga internasional tersebut, pembebasan PPN bukan merupakan instrumen yang efektif untuk melindungi masyarakat miskin. Ketiga, negara-negara berkembang perlu memperbaiki desain dan memperluas cakupan pajak penghasilan (PPh) Orang Pribadi (OP). Dalam laporannya, pendapatan PPh OP di negara-negara berkembang jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara maju. Menurutnya, penerimaan PPh OP yang lebih rendah melemahkan dampak redistributifnya, yang menunjukkan adanya ruang untuk meningkatkan pendapatan tambahan sekaligus meningkatkan progresivitas. "Untuk memperluas basis PPh OP, negara-negara dapat mempertimbangkan untuk mengurangi pengeluaran pajak regresif dan meningkatkan tingkat dan desain pajak atas pendapatan modal," tulis laporan tersebut.
Baca Juga: IMF Catat Arus Modal Mengalir Kencang ke Pasar Negara Berkembang Keempat, negara-negara berkembang perlu meningkatkan peran cukai dalam menyokong penerimaan negara. Tidak hanya untuk menekan eksternalitas negatif, melainkan juga menjadi sumber penerimaan yang besar. Kelima, mengembangkan sistem pajak properti yang efektif guna memenuhi kebutuhan anggaran daerah. Pajak properti merupakan jenis pajak yang paling tidak mendistorsi pertumbuhan ekonomi sekaligus bersifat progresif. Keenam, negara-negara berkembang perlu menerapkan kebijakan pajak khusus atas sektor-sektor tertentu. Misalnya saja
rent tax yang dapat dikenakan terhadap sektor sumber daya alam (SDA) dan sektor lain seperti kehutanan, perikanan, telekomunikasi dan perbankan.
Excess profit tax juga dapat dikenai pajak melalui perbaikan desain PPh ataupun jenis pajak khusus. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih