IMF evaluasi kinerja ekonomi Indonesia, berikut garis besarnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional (IMF) merilis hasil asesmen terhadap perekonomian Indonesia, Kamis (1/8), dalam laporan bertajuk Article IV Consultation tahun 2019. 

Secara keseluruhan, IMF menilai positif kinerja perekonomian Indonesia sepanjang 2018 di tengah tekanan eksternal, terutama arus keluar modal yang cukup besar. Pertumbuhan ekonomi di kisaran 5%, menurut Dewan Eksekutif IMF, ditopang oleh permintaan domestik yang kuat sehingga mampu menutupi penurunan net ekspor. 

Tingkat inflasi maupun inflasi inti yang cukup rendah sekitar 3% dinilai berhasil tercapai lantaran kenaikan harga bahan pangan berhasil ditekan, harga listrik dan sejumlah bahan bakar dipertahankan, dan didukung kebijakan makroekonomi yang ketat. 


Hanya saja, defisit transaksi berjalan (CAD) melebar pada tahun 2018 menjadi 2,98% terhadap produk domestik bruto (PDB), dibandingkan 1,6% pada 2017. Pelebaran CAD akibat turunnya ekspor komoditas dan naiknya impor yang berkaitan dengan pembangunan infrastruktur. 

IMF menyatakan outlook yang positif untuk perekonomian Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi diproyeksi pada level 5,2% untuk 2019 dan 2020. Dalam jangka menengah, pertumbuhan ekonomi memiliki potensi terus meningkat ke 5,3% dengan masih ditopang oleh permintaan domestik. 

Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, didorong kondisi perbankan yang kuat akan mempertahankan pertumbuhan kredit pada kisaran 12%. Inflasi juga diprediksi masih akan tetap berada dalam kisaran terget pemerintah. 

IMF memperkirakan, CAD akan kembali menyempit secara gradual ke level 2,6% terhadap PDB dalam jangka waktu menengah. Sementara, defisit fiskal diprediksi akan tetap konstan pada level 1,8% PDB. 

Di sisi lain, risiko penurunan kinerja ekonomi (downside risk) masih tetap ada. Risiko utama yang mesti diwaspadai Indonesia meliputi tensi perang dagang, kondisi pengetatan finansial global secara tajam, pertumbuhan ekonomi China yang lebih lambat dari perkiraan, serta fluktuasi harga komoditas terutama harga minyak. Kenaikan harga minyak yang tajam, seperti tahun lalu, akan kembali mengungkit CAD naik. 

“Dewan Direktur (IMF) menyarankan pemerintah dan otoritas terkait untuk tetap mewaspadai risiko, terutama pembalikan arah arus modal, mengingat besarnya ketergantungan Indonesia pada pendanaan asing,” terang IMF. 

Dari sisi moneter, ruang relaksasi kebijakan dianggap tersedia bagi Bank Indonesia. Namun, relaksasi tersebut harus tetap dilakukan secara hati-hati dan tidak berlaku saat tekanan pada arus masuk modal kembali muncul. 

Di sisi fiskal, IMF menyoroti kinerja penerimaan negara Indonesia yang berada di bawah rata-rata negara sebaya dan belum cukup untuk mendanai agenda pembangunan pemerintah. 

“Diperlukan implementasi strategi penerimaan jangka menengah (medium term revenue strategies), kombinasi prioritas kebijakan pajak yang bertahap dan reformasi administrasi untuk mendorong penerimaan,” terang IMF. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .