IMF Minta Bank Sentral di Asia Perketat Kebijakan Moneter Jelang Puncak Inflasi



KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Dana Moneter Internasional (IMF) meminta sebagian besar bank sentral di seluruh Asia untuk memperketat kebijakan moneter mereka untuk menurunkan inflasi yang telah melesat jauh di atas perkiraan.

Krishna Srinivasan, direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, pada hari Kamis (13/10), mengatakan bahwa saran tersebut dikecualikan untuk China dan Jepang karena inflasi tidak meningkat setajam negara Asia lain.

Pada konferensi pers pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Washington, Srinivasan menyebut China dan Jepang mengalami pemulihan ekonomi yang lebih lemah dan pengenduran yang terjadi pun tetap substansial.


Baca Juga: IMF Menggunting Prediksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023, Bahkan Bisa Di Bawah 2%

Selain dua raksasa ekonomi dunia itu, Srinivasan menyebut banyak mata uang Asia yang telah terdepresiasi cukup tajam sebagai buntut dari pengetatan moneter AS.

Kebijakan moneter AS kini menyebabkan melebarnya perbedaan suku bunga dan mendongkrak biaya impor bagi negara-negara Asia yang terkait.

"Depresiasi nilai tukar yang besar dapat menyebabkan inflasi yang lebih tinggi dan persistensi yang lebih besar. Terutama jika suku bunga global naik lebih kuat dan memerlukan pengetatan kebijakan moneter yang lebih cepat di Asia," ungkap Srinivasan, seperti dikutip Reuters.

Baca Juga: Ekonomi Global 2023 Terancam, Ini Saran Langkah Kebijakan dari IMF

Depresiasi mata uang yang besar dan kenaikan suku bunga juga dapat memicu tekanan keuangan di negara-negara Asia dengan utang yang tinggi.

Srinivasan menambahkan, untuk saat ini IMF masih berpandangan bahwa inflasi akan mencapai puncaknya pada akhir tahun.

"Asia kini menjadi debitur terbesar di dunia selain menjadi penabung terbesar. Beberapa negara juga berisiko tinggi mengalami debt distress," lanjutnya.

Sementara itu, Sanjaya Panth, wakil direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, kepada Reuters menjelaskan bahwa saat ini sebagian besar kenaikan utang Asia terkonsentrasi di China, tapi juga terlihat di beberapa dengan ekonomi kuat lain.