KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional (IMF) menghimbau Indonesia untuk mempertimbangkan kebijakan penghapusan bertahap atas pembatasan ekspor nikel. Hal itu disebutkan dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia. Merespon hal ini, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah menilai himbauan IMF ini tidak akan mengganggu terhambatnya investasi asing yang akan masuk ke Indonesia. Justru menurutnya, niat pemerintah menghapus kebijakan ekspor nikel ini akan menghidupkan industri hulirisasi dalam negeri. Dengan adanya hilirisasi akan menghadirkan investor baru karena sumber daya alam (SDA) di Indonesia termasuk nikel menjadi komoditas yang banyak dibutuhkan di banyak negara.
"Jadi jangan khawatir, pemerintah tidak perlu takut. Investor itu yang di pedulikan soal untung. Ketika indonesia berhasil melakukan hilirisasi mereka pasti akan datang," kata Piter pada Kontan.co.id, Minggu (2/7).
Baca Juga: IMF Minta Larangan Ekspor Bijih Nikel Dicabut, Kadin Nilai Tak Punya Dasar Hukum Piter menegaskan melalui hilirisasi akan memberikan efek ganda di Indonesia. Selain akan memberikan nilai tambah pada ekspor komoditas nikel, lapangan kerja juga akan terbuka jika ada industri baru terkait pengolahan nikel. Dengan begitu, menurutnya target pertumbuhan ekonomi di Indonesia dapat dikejar. Pun pemerintah bisa menekan angka pengangguran. "Jadi pemerintah harus fokus menyiapkan hilirisasi. Sudah berapa lama kita ekspor dalam bentuk mentah, ini ga boleh lagi. Kita harus proses dalam negeri agar punya nilai tambah," papar Piter. Sebelumnya, dalam dokumen IMF Executive Board Concludes 2023 Article IV Consultation with Indonesia memberikan catatan akan beberapa hal terkait rencana hilirisasi nikel di Indonesia. Menurutnya kebijakan harus berlandaskan analisis terkait biaya dan manfaat lebih lanjut. Kemudian, kebijakan juga harus dibentuk dengan tetap meminimalisir dampak efek rembetan ke wilayah lain. "Terkait dengan hal tersebut, IMF mengimbau untuk mempertimbangkan penghapusan bertahap pembatasan ekspor dan tidak memperluas pembatasan tersebut ke komoditas lain," tulis dokumen IMF.
Baca Juga: Menteri Bahlil: Sampai Langit Runtuh, Larangan Ekspor Bijih Nikel Tetap Berjalan Sebagai informasi, pemerintah telah menerapkan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 1 Januari 2020. Langkah tersebut diambil dengan tujuan utama meningkatkan nilai tambah komoditas nikel.
Kebijakan mendapat penolakan dari Uni Eropa, dan mereka menggugat Indonesia ke Organisasi Perdagangan Dunia atau World Trade Organization (WTO). Pada Oktober 2022 lalu, Uni Eropa berhasil memenangkan gugatan terhadap Indonesia. Namun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, pemerintah tidak akan kalah melawan Uni Eropa terkait larangan ekspor bijih nikel. Pada akhir tahun 2022 lalu, pemerintah pun memutuskan untuk mengajukan banding. "Tahun kemarin kita kalah digugat oleh Uni Eropa. Tapi saya sampaikan pada menteri jangan juga berhenti. Lawan! sehingga kita banding, gak tau kalau nanti banding kalah lagi. tapi kalau kita belok jangan berharap negara ini menjadi negara maju," ujarnya, dalam acara Pembukaan Muktamar XVII PP Pemuda Muhammadiyah, Rabu (22/2). Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto