JAKARTA. Ada kabar mengejutkan dari International Monetary Fund (IMF). Kamis (16/9), IMF menerbitkan laporan berjudul Indonesia: Financial Stability Assessment. Dalam laporan itu, IMF memprediksi non performing loan (NPL) perbankan Indonesia berpotensi mencapai 31,5% pada kuartal III - 2011. Tim IMF dan tim Bank Dunia menyelenggarakan stress test yang berbasis laporan keuangan 121 bank per September 2009. Tes ini dilakukan untuk mengetahui ketahanan sistem perbankan nasional pascakrisis finansial 2008. Menurut hasil tes tersebut, risiko kredit merupakan risiko utama yang harus dihadapi perbankan nasional. Berdasarkan skenario top down (TD), NPL perbankan bisa memuncak dari 3,5% pada saat ini ke level 31,5% pada kuartal III - 2010. Hal tersebut bisa terjadi dengan asumsi Indonesia mengalami pertumbuhan negatif 5%. "Permodalan sejumlah bank bakal merosot di bawah ketentuan minimum BI," tulis IMF.
IMF menilai, bank-bank skala menengah dan bank besar lebih rentan terhadap kenaikan NPL ini dibanding bank-bank kecil yang memiliki modal kuat dan bantalan likuiditas. Tes ketahanan lainnya yang menggunakan skenario bottom up (BU) menunjukkan hasil yang lebih baik. Hanya 3 dari 8 bank besar yang mengalami penurunan modal jika terjadi guncangan terhadap makroekonomi Indonesia. Tes tandingan Para bankir dan ekonom menilai hasil stress test IMF ini tidak realistis. Ekonom Senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan berpendapat, angka NPL itu tidak relevan. Kecuali, jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS anjlok ke Rp 20.000 dan pertumbuhan ekonomi negatif. "Tergantung indikator stress test seperti apa," ujarnya, Jumat (17/9). Menurutnya, BI seharusnya melaksanakan stress test tandingan dengan menggunakan parameter yang lain. Ia melihat, ekonomi Indonesia yang stabil dan posisi NPL gross saat ini 3,4% tidak mungkin mendorong NPL perbankan setinggi itu.