KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dana Moneter Internasional (IMF) kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang pada tahun 2021. Sebaliknya, proyeksi negara maju justru dinaikkan. Berdasarkan laporan World Economic Outlook pada Juli 2021, IMF memperkirakan ekonomi global tumbuh 6,0% pada 2021 dan 4,9% pada 2022. Sementara prospek pasar dan ekonomi negara berkembang turun dari 7,5% pada 2021 menjadi 6,4% pada 2022. IMF menyebut, peningkatkan proyeksi negara maju sebesar 0,5% pada 2022 sebagian dari perkirakan ekonomi maju, khususnya Amerika Serikat (AS) karena pemerintah memberikan dukungan fiskal tambahan pada paruh kedua 2021. "Proyeksi ini juga berkaitan dengan peningkatan metrik kesehatan secara luas di seluruh grup," tulis IMF, dikutip pada Rabu (28/7).
Di sisi lain, tekanan harga baru - baru ini mencerminkan dampak pandemi yang tidak biasa dan tidak sesuai antara permintaan dan pasokan. Diperkirakan inflasi kembali akan terjadi pada pra-pandemi 2022 di sebagian besar negara karena terganggunya harga pasar dan adanya ketidakpastian. "Peningkatan inflasi juga diperkirakan terjadi di beberapa pasar dan ekonomi negara berkembang dan ekonomi berkembang, sebagian terkait dengan harga pangan yang tinggi," tambahnya. Secara umum, bank sentral harus melalui tekanan inflasi dan menghindari pengetatan sampai adanya dinamika harga yang mendasarinya. Selain itu, komunikasi yang jelas dari bank sentral mengenai prospek kebijakan moneter akan menjadi kunci untuk membentuk ekspektasi inflasi dan menjaga pengetatan keuangan.
Baca Juga: IMF pangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia, ini respons pemerintah Ditambah lagi, kondisi keuangan bisa mengetat dengan cepat, misalnya dari penilaian ulang prospek kebijakan moneter di negara maju jika ekspektasi inflasi meningkat lebih cepat dari yang diantisipasi. Bahkan, pasar dan ekonomi berkembang akan mengalami pukulan ganda sebagai dampak pandemi. Hal ini akan memperburuk kondisi keuangan eksternal yang lebih ketat sehingga menghambat pemulihan dan menyeret pertumbuhan global. Oleh karena itu, kerjasama internasional memiliki peran penting untuk mengurangi kesenjangan dan memperkuat prospek global. Salah satu prioritas dengan program vaksi yang merata di seluruh dunia.
"Tindakan multilateral ini dapat diperkuat dengan kebijakan tingkat nasional yang disesuaikan dengan tahap krisis sehingga menjadi mengkatalisasi pemulihan yang berkelanjutan dan inklusif," jelasnya. Dengan begitu, kebijakan terpadu dan terarah dapat membuat perbedaan antara masa depan pemulihan yang tahan lama untuk semua ekonomi atau satu dengan garis patahan yang melebar karena banyak yang berjuang dengan krisis kesehatan. Sementara segelintir melihat kondisi menjadi normal, meskipun dengan ancaman terus-menerus dari gejolak baru. IMF kemudian meluncurkan proposal senilai US$ 50 miliar untuk mengakhiri pandemi Covid-19. Dana tersebut digunakan untuk program vaksin yang melibatkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Bank Dunia. Menurut IFF, proposal tersebut memberikan target yang jelas serta perhitungan biayai yang sesuai untuk mengakhiri pandemi. Sebab, perekonomian yang terkendala secara finansial juga membutuhkan akses tanpa hambatan atas likuiditas internasional.
Editor: Handoyo .