Implementasi ESG Dinilai Bisa Hapus Kampanye Negatif Dirty Nickel Indonesia



KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Guru besar Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwandy Arif, yang juga menjabat sebagai Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara, menyatakan bahwa stigma negatif terhadap pengolahan nikel Indonesia dapat dihilangkan melalui penerapan prinsip Environmental, Social, dan Governance (ESG) yang baik dan benar. 

Irwandy menegaskan bahwa tudingan nikel kotor yang sering muncul di media internasional belum tentu benar. "Beberapa tambang nikel di Indonesia sudah menerapkan ESG dengan baik, dan ini bisa menghapus stigma negatif tersebut," ujar Irwandy dalam keterangannya seperti dikutib Rabu (14/8).

Ia menambahkan bahwa penerapan ESG di perusahaan ekstraktif berskala besar di Indonesia telah berjalan dengan baik, termasuk di perusahaan seperti PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Vale Indonesia Tbk, dan Eramet Indonesia. 


Baca Juga: Puluhan Proyek Smelter Berada di Kawasan Berisiko Tinggi Bencana Alam

Menurutnya, perusahaan-perusahaan ini telah menjalankan prinsip ESG dengan baik, dan pemerintah hanya perlu melakukan pemantauan berkelanjutan.

Namun, Irwandy menggarisbawahi perlunya perhatian khusus dari pemerintah terhadap perusahaan-perusahaan menengah ke bawah dalam penerapan ESG. Implementasi ESG yang baik, menurutnya, akan menempatkan perusahaan-perusahaan ekstraktif Indonesia sejajar dengan tren global.

Ia juga menekankan bahwa pemerintah memiliki peran penting dalam mendorong seluruh perusahaan ekstraktif untuk mengimplementasikan ESG, yang dianggapnya sangat penting dalam industri ini. 

Dalam penilaiannya, setiap perusahaan ekstraktif memiliki standar yang berbeda dalam penerapan ESG, tetapi tujuannya tetap sama: memastikan ESG dijalankan dengan baik. 

Irwandy mengapresiasi penggunaan standar Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA) oleh Eramet Indonesia, yang menjadi salah satu perusahaan pertama di Indonesia yang menerapkan standar ini.

Baca Juga: Moratorium Smelter Dinilai Tepat, Pemerintah Didorong Tingkatkan Nilai Tambah Nikel

Standar IRMA, menurutnya, menjawab permintaan global terhadap praktik pertambangan yang lebih bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan, dengan menawarkan verifikasi dan sertifikasi independen yang komprehensif.

Selain IRMA, Irwandy juga menyebutkan bahwa terdapat standar penilaian ESG lainnya yang digunakan oleh perusahaan ekstraktif, seperti International Financial Reporting Standards (IFRS) dan International Council on Mining and Metals (ICMM).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli