Implementasi Kebijakan Tarif PPN 12% Tergantung Pemerintahan Baru



KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Masyarakat masih harap-harap cemas menanti keputusan pemerintah terkait kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025. Kelak, kebijakan ini akan ditetapkan pemerintahan baru.

Tarif PPN 12% merupakan perintah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Mengacu Pasal 7 ayat (1), tarif PPN 12% berlaku paling lambat 1 Januari 2025, setelah kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% pada April 2022.

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengungkapkan, kenaikan tarif PPN jadi 12% sudah diperhitungkan dalam target penerimaan pajak tahun depan. Target penerimaan pajak 2025 dipatok di kisaran 10,09% hingga 10,29% dari produk domestik bruto (PDB).


Baca Juga: Dipertanyakan DPR RI, Pemerintah Bakal Kaji Implementasi Kenaikan Tarif PPN 12%

Namun, batas atas target tersebut lebih rendah dibanding realisasi 2023 mencapai 10,31%.

"Semua asumsi, semua antisipasi apa pun, sudah dijadikan dasar dalam membuat posturnya jadi, sebenarnya, memang sudah dihitung (PPN 12%). Semua sudah panjang prosesnya," kata Susiwijono, Kamis (25/7) lalu.

Meski begitu, ia menyebutkan, implementasi kenaikan tarif PPN jadi 12% pada 2025 akan tetap menyesuaikan dengan keputusan pemerintahan baru. Artinya, ada kemungkinan kebijakan itu ditunda.

Yang jelas, Susiwijono bilang, saat ini pihaknya terus melakukan koordinasi dengan Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono yang juga merupakan keponakan Prabowo Subianto, Presiden terpilih 2024-2029.

Baca Juga: Daripada Kerek Tarif PPN, Pemerintah Disarankan Cabut Insentif bagi Pengusaha Kaya

"Selama ini, Pak Wamen II, kan, sudah diskusi panjang, dan itu sangat tepat sekali supaya transisinya nanti bisa langsung jalan. Sehingga, secara umum sudah terlibat di dalam perumusan. Jadi, saya kira, malah akan lebih bagus dan smooth lagi di dalam transisinya," ujar Susiwijono.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, keputusan kenaikan tarif PPN jadi 12% juga akan bergantung dengan kondisi perekonomian tahun depan. "Kalau itu (PPN 12%) nanti kita lihat kemampuan ekonomi dalam negeri," sebutnya, Jumat (26/7).

Cabut insentif PPN

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai, kenaikan PPN 12% tahun depan hanya mampu menyumbang sekitar Rp 110 triliun pada penerimaan pajak, atau cuma mendorong rasio pajak 0,23% saja. 

"Sehingga, kita perlu hati-hati dalam menentukan target rasio pajak," tutur Fajry kepada KONTAN.

Baca Juga: Pemerintahan Baru Bisa Tunda Kenaikan Tarif PPN Jadi 12% di 2025

Tapi, dia melihat, untuk mendorong rasio pajak, tak bisa hanya dengan mengandalkan kenaikan tarif pajak. Paling besar ditentukan kondisi struktur ekonomi.

Misalnya, kontribusi pajak penghasilan (PPh) 21 masih kalah ketimbang PPh badan atau PPN. Sebab, pendapatan per kapita penduduk Indonesia masih rendah.

Belum lagi, banyak masyarakat yang bekerja pada sektor nonformal. Padahal, menurut Fajry, di negara dengan rasio pajak yang tinggi, kontribusi PPh orang pribadi adalah yang paling tinggi.

Konsultan Pajak Botax Consulting Raden Agus Suparman menyarankan pemerintah untuk tidak mengandalkan penerimaan pajak dengan menaikkan tarif.

Baca Juga: Menakar Dampak Kenaikan Tarif PPN Jadi 12% Terhadap Penerimaan Negara

Sebaliknya, pemerintah perlu menurunkan tarif PPN menjadi 10%. Selain itu, pemerintah mencabut insentif PPN yang selama ini dinikmati oleh pengusaha mampu.

"Contohnya, pembebasan PPN jasa keuangan, sebaiknya dicabut. Artinya, semua jasa keuangan dikenai PPN. Maka dampaknya bagi penerimaan perpajakan akan sangat signifikan," ungkap Raden.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli