KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung menyelenggarakan diskusi Reboan ke-37 mengenai "Meterai Elektronik dan Pembuktian Dokumen Elektronik di Pengadilan" pada Rabu (9/8). Diskusi tersebut, yang dihadiri oleh Ketua PTUN Bandung, Sofyan Iskandar, fokus pada implementasi UU No. 10/2020 mengenai Bea Meterai untuk dokumen elektronik. Sejauh ini, alat bukti di pengadilan memerlukan bea meterai, tetapi perlunya regulasi yang jelas mengenai bea meterai pada dokumen elektronik.
Baca Juga: Erick Thohir Tata Ulang Susunan Dewan Pengawas dan Direksi Perum Peruri Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Pasal 5 ayat (1) menyatakan dokumen elektronik setara dengan dokumen kertas. Oleh karena itu, e-meterai harus dianggap setara dengan meterai fisik untuk dokumen elektronik di pengadilan. Head of Digital Channel Department Perum Peruri, Shitta Marsella, menjelaskan bahwa e-meterai memiliki fitur-fitur keamanan dalam 3 level, yaitu overt, covert, dan forensic. Fitur overt dapat diidentifikasi secara langsung melalui pengamatan visual, seperti Lambang Garuda Pancasila, teks "Meterai Elektronik," teks "10000 sepuluh ribu rupiah," ornamen batik, dan QR Code berwarna merah muda, dimana 70% dari QR Code ini menyerupai desain meterai fisik. Fitur covert adalah fitur keamanan yang memerlukan alat bantu seperti pemindai e-meterai dan fitur panel tanda tangan pada pembaca PDF. Fitur ini akan menampilkan nomor seri alphanumerik sepanjang 22 digit, waktu penerbitan (time-stamp), dan alamat email penerbit. Sedangkan fitur forensic adalah fitur keamanan yang hanya dapat diakses oleh Peruri sebagai pemegang otoritas sistem meterai elektronik. Hal ini melibatkan jejak audit log, platform kriptografi, dan generator kode.