JAKARTA. Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia untuk memoderasi pertumbuhan ekonomi di triwulan III dan IV tahun 2013 tak akan cukup signifikan mengurangi defisit transaksi berjalan. Kunci utama mengatasi defisit transaksi berjalan adalah menekan impor bahan bakar minyak. Pengajar Universitas Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, di Jakarta, Kamis (7/11/2013), menyatakan, kelambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2013 pada satu sisi merupakan skenario yang dituju pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Ini merupakan pilihan paling rasional untuk mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan yang mencapai 9,8 miliar dollar AS atau 4,4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per triwulan II-2013. Sejumlah kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan BI pada awal triwulan III-2013 baru akan tampak signifikan dampaknya pada triwulan IV-2013. ”Jadi, defisit transaksi berjalan akan turun, tetapi belum tentu signifikan karena komponen yang cukup besar adalah impor BBM. Jadi, kalau konsumsi BBM masih tinggi atau bahkan melampaui kuota, penurunan defisit yang signifikan sulit dicapai,” kata Prasetyantoko.
Impor BBM harus dikurangi
JAKARTA. Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia untuk memoderasi pertumbuhan ekonomi di triwulan III dan IV tahun 2013 tak akan cukup signifikan mengurangi defisit transaksi berjalan. Kunci utama mengatasi defisit transaksi berjalan adalah menekan impor bahan bakar minyak. Pengajar Universitas Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, di Jakarta, Kamis (7/11/2013), menyatakan, kelambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2013 pada satu sisi merupakan skenario yang dituju pemerintah dan Bank Indonesia (BI). Ini merupakan pilihan paling rasional untuk mengurangi tekanan defisit transaksi berjalan yang mencapai 9,8 miliar dollar AS atau 4,4 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) per triwulan II-2013. Sejumlah kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan BI pada awal triwulan III-2013 baru akan tampak signifikan dampaknya pada triwulan IV-2013. ”Jadi, defisit transaksi berjalan akan turun, tetapi belum tentu signifikan karena komponen yang cukup besar adalah impor BBM. Jadi, kalau konsumsi BBM masih tinggi atau bahkan melampaui kuota, penurunan defisit yang signifikan sulit dicapai,” kata Prasetyantoko.