JAKARTA. Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 18 November 2014 lalu, belum terbukti ampuh mengerem defisit neraca perdagangan Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada November 2014 mengalami defisit sebesar US$ 420 juta. Padahal, pada bulan sebelumnya, neraca perdagangan masih surplus US$ 20 juta. Memburuknya neraca dagang pada November 2014 dipicu membengkaknya defisit neraca perdagangan minyak dan gas bumi (migas). Pada November 2014, defisit migas mencapai US$ 1,36 miliar, lebih tinggi dibandingkan defisit migas pada Oktober 2014 sebesar US$ 1,11 miliar. "Ini terjadi akibat anjloknya ekspor migas dari US$ 2,47 miliar menjadi US$ 2,11 miliar," kata Kepala BPS Suryamin, akhir pekan lalu.
Impor BBM tetap menjadi momok
JAKARTA. Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada 18 November 2014 lalu, belum terbukti ampuh mengerem defisit neraca perdagangan Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada November 2014 mengalami defisit sebesar US$ 420 juta. Padahal, pada bulan sebelumnya, neraca perdagangan masih surplus US$ 20 juta. Memburuknya neraca dagang pada November 2014 dipicu membengkaknya defisit neraca perdagangan minyak dan gas bumi (migas). Pada November 2014, defisit migas mencapai US$ 1,36 miliar, lebih tinggi dibandingkan defisit migas pada Oktober 2014 sebesar US$ 1,11 miliar. "Ini terjadi akibat anjloknya ekspor migas dari US$ 2,47 miliar menjadi US$ 2,11 miliar," kata Kepala BPS Suryamin, akhir pekan lalu.