JAKARTA. Impor beras yang dilakukan oleh Bulog disertai dukungan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan membuat para petani menjadi miskin. Hal itu diungkapkan oleh Benny Pasaribu, Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jumat (10/12). Dia mengatakan, pemerintah melakukan langkah keliru dalam mengimpor beras karena sekitar 40% penduduk indonesia bermata pencaharian di sektor pertanian. "Seharusnya, latar belakang ini bisa dijadikan alasan kuat bagi pemerintah untuk meniadakan impor beras,"ujarnya. Dia juga menilai, upaya pemerintah untuk melindungi petani sangat minim.Dia menyontohkan, di Jepang, 1 kilogram (kg) beras bisa mencapai Rp 40.000. Sementara di Indonesia, pemerintah selalu mengimpor beras hanya untuk menstabilkan harga beras di dalam negeri. "Penetapan harga beras tidak melihat kehidupan para petaninya," jelasnya. Selain itu, kehidupan petani di Indonesia juga kian miris karena mereka tidak memiliki lahan sendiri. Petani jenis ini menggarap lahan pertanian seluas 1,5 juta hektare Sebagai imbalannya, mereka hanya dibayar sekitar Rp 20.00 sampai Rp 30.000 per hari.
Impor beras oleh pemerintah semakin memiskinkan petani
JAKARTA. Impor beras yang dilakukan oleh Bulog disertai dukungan Menteri Pertanian dan Menteri Perdagangan membuat para petani menjadi miskin. Hal itu diungkapkan oleh Benny Pasaribu, Sekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jumat (10/12). Dia mengatakan, pemerintah melakukan langkah keliru dalam mengimpor beras karena sekitar 40% penduduk indonesia bermata pencaharian di sektor pertanian. "Seharusnya, latar belakang ini bisa dijadikan alasan kuat bagi pemerintah untuk meniadakan impor beras,"ujarnya. Dia juga menilai, upaya pemerintah untuk melindungi petani sangat minim.Dia menyontohkan, di Jepang, 1 kilogram (kg) beras bisa mencapai Rp 40.000. Sementara di Indonesia, pemerintah selalu mengimpor beras hanya untuk menstabilkan harga beras di dalam negeri. "Penetapan harga beras tidak melihat kehidupan para petaninya," jelasnya. Selain itu, kehidupan petani di Indonesia juga kian miris karena mereka tidak memiliki lahan sendiri. Petani jenis ini menggarap lahan pertanian seluas 1,5 juta hektare Sebagai imbalannya, mereka hanya dibayar sekitar Rp 20.00 sampai Rp 30.000 per hari.