Impor dibatasi, harga kedelai bisa meroket



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengusaha tahu dan tempe menolak keinginan Kementerian Pertanian untuk membatasi impor kedelai. Keinginan itu dinilai hanya akan membebani perajin tahu tempe, di tengah masih minimnya produksi kedelai dalam negeri.

Masih minimnya produksi kedelai lokal ini terlihat dari proyeksi realisasi impor kedelai pada tahun ini yang mencapai sekitar 2,3 juta ton. Dengan kebutuhan kedelai domestik yang sekitar 2,7 juta hingga 3 juta ton per tahun, artinya produksi kedelai lokal sekitar 500.000-an ton saja.

Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, pihaknya tetap menolak usulan pembatasan impor kedelai. Apalagi usulan ini belum direstui dalam rapat koordinasi dengan sejumlah kementerian terkait. "Kalau tahun ini impor kedelai mencapai 2,3 juta ton, itu artinya usulan pemerintah membatasi impor kedelai menyusahkan perajin tahu dan tempe," ujarnya kepada KONTAN, akhir pekan lalu.


Menurutnya, pihaknya akan mendukung pembatasan impor jika produksi kedelai lokal sudah mencukupi. Dia mengaku ragu produksi kedelai lokal bisa meningkat drastis.

Wacana pembatasan impor kedelai sendiri diungkapkan Mentan Andi Amran Sulaiman pada Oktober lalu. Selain pengenaan bea masuk 10%, impor juga harus melewati rekomendasi dari pihaknya..

Direktur Eksekutif Asosiasi Kedelai Indonesia (Akindo) Yusan menilai rencana ini akan berdampak pada perajin tahu tempe. Dengan pembatasan itu maka pasokan kedelai akan sulit didapatkan sehingga harganya yang saat ini sudah tinggi rata-rata Rp 7.500 per kg, akan semakin mahal. Sementara perajin pengguna kedelai hanya pengusaha kecil.

"Harus diakui, produksi kedelai masih jauh dari mencukupi. Sekarang ini menanam kedelai belum menjadi pilihan utama. Meski masih ada yang menanam kedelai, namun lebih banyak petani yang menanam jagung," kata Yusan.

Walau impor dibatasi, petani diperkirakan juga tidak berlomba-lomba menanam kedelai. Sebab kedelai saat ini hanya merupakan tanaman pilihan yang ditanam untuk menggantikan tanaman sebelumnya. Petani melakukan hal ini untuk menghindari hama.

"Jumlah petani kedelai tidak bertambah banyak karena mereka hanya menanam kedelai sebagai rotasi tanaman saja sehingga produksinya tidak menentu tiap tahun," kata Yusan. Produksi kedelai juga kalah dengan jagung yang harganya lebih tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini