JAKARTA. Kuota impor garam konsumsi turun dari perkiraan sebelumnya. Rapat di kementerian perekonomian yang melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta kepala pemerintahan dari beberapa daerah menyatakan impor garam turun 1,3% dibandingkan perhitungan Sucofindo yang mencapai 310.000 ton. "Berdasarkan perhitungan dari beberapa pihak terkait tersebut, sisa stok garam diperkirakan 306.000 ton," hitung Deddy Saleh, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (17/2). Jumlah tersebut juga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi hingga pertengahan Maret mendatang. Hasil rapat tersebut juga memutuskan bahwa jumlah impor garam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sebelum masa panen raya tersebut mencapai 500.000 ton. Berdasarkan hasil perhitungan rapat tersebut, berarti mengoreksi perhitungan Sucofindo yang melaporkan stok garam yang masih tersisa di petani dan gudang-gudang perusahaan pengolahan garam swasta dan PT Garam mencapai 310.000 ton, dan kuota impor yang dibutuhkan sekitar 600.000 ton sampai 700.000 ton. Deddy menegaskan, karena stok garam diperkirakan hanya sampai pertengahan Maret, importir harus dipastikan menyerap garam dari petani dan pedagang. "Hingga akhir Februari, kami meminta dinas terkait untuk identifikasi stok yang masih ada di mana," terang Deddy. Meski demikian, importasi garam juga harus disesuaikan dengan cuaca. Jika Juli mendatang Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan cuaca berpotensi bagus untuk panen garam, maka akan dikaji ulang dan dihentikan importasinya. Sayangnya penimbunan garam Deddy juga menyayangkan tindakan petani garam yang masih enggan menjual garam hasil produksinya karena menunggu harga naik. Pasalnya ada petani yang menjual garam mereka lebih tinggi dari harga yang telah ditetapkan pemerintah yakni Rp 750 per kilogram (kg) untuk garam KP 1. "Ada petani yang menjual sampai Rp 800 per kg-Rp 850 per kg itu sebenarnya sudah cukup, dan jangan naik lagi," ungkap Deddy. Sebelumnya, pasokan garam di dalam negeri yang makin menipis membuat PT Garam mendukung langkah pemerintah untuk membuka keran impor. Menurut Direktur Utama PT Garam Slamet Untung Irredenta, stok garam per 5 Februari di perusahaan plat merah ini tinggal tersisa 27.500 ton saja. "Stok garam di gudang kami menipis begitu pula stok garam di petani,” ujarnya. PT Garam memang berencana membeli garam rakyat sebanyak 70.000 ton di tahun ini. Angka ini meningkat dari penyerapan tahun lalu yang sebesar 55.000 ton. Hingga saat ini, PT Garam masih kesulitan mendapatkan pasokan garam dari petani lantaran tersendat. Saat ini, menurut Slamet, adalah waktu yang tepat untuk mengimpor garam. Pasalnya, masa panen garam rakyat masih lama, yakni sekitar Juli - Agustus nanti. Mengacu Permendag Nomor 44/2007 tentang Ketentuan Impor Garam, saat ini Importir Produsen garam (IP) iodisasi sudah berhak mengimpor garam, karena masa larangan impor garam ini berlangsung selama satu bulan sebelum masa panen dan dua bulan setelah masa panen. Meski begitu, Slamet berharap pelaksanaan impor garam ini tidak dilakukan secara serentak tapi bisa secara bertahap. Sambil melihat situasi dan kondisi produksi garam lokal. "Jangan sampai, impor garam ini nantinya menekan para petani garam rakyat," saran Slamet.
Impor garam konsumsi turun 1,3% dari perkiraan
JAKARTA. Kuota impor garam konsumsi turun dari perkiraan sebelumnya. Rapat di kementerian perekonomian yang melibatkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta kepala pemerintahan dari beberapa daerah menyatakan impor garam turun 1,3% dibandingkan perhitungan Sucofindo yang mencapai 310.000 ton. "Berdasarkan perhitungan dari beberapa pihak terkait tersebut, sisa stok garam diperkirakan 306.000 ton," hitung Deddy Saleh, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (17/2). Jumlah tersebut juga hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi hingga pertengahan Maret mendatang. Hasil rapat tersebut juga memutuskan bahwa jumlah impor garam untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sebelum masa panen raya tersebut mencapai 500.000 ton. Berdasarkan hasil perhitungan rapat tersebut, berarti mengoreksi perhitungan Sucofindo yang melaporkan stok garam yang masih tersisa di petani dan gudang-gudang perusahaan pengolahan garam swasta dan PT Garam mencapai 310.000 ton, dan kuota impor yang dibutuhkan sekitar 600.000 ton sampai 700.000 ton. Deddy menegaskan, karena stok garam diperkirakan hanya sampai pertengahan Maret, importir harus dipastikan menyerap garam dari petani dan pedagang. "Hingga akhir Februari, kami meminta dinas terkait untuk identifikasi stok yang masih ada di mana," terang Deddy. Meski demikian, importasi garam juga harus disesuaikan dengan cuaca. Jika Juli mendatang Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan cuaca berpotensi bagus untuk panen garam, maka akan dikaji ulang dan dihentikan importasinya. Sayangnya penimbunan garam Deddy juga menyayangkan tindakan petani garam yang masih enggan menjual garam hasil produksinya karena menunggu harga naik. Pasalnya ada petani yang menjual garam mereka lebih tinggi dari harga yang telah ditetapkan pemerintah yakni Rp 750 per kilogram (kg) untuk garam KP 1. "Ada petani yang menjual sampai Rp 800 per kg-Rp 850 per kg itu sebenarnya sudah cukup, dan jangan naik lagi," ungkap Deddy. Sebelumnya, pasokan garam di dalam negeri yang makin menipis membuat PT Garam mendukung langkah pemerintah untuk membuka keran impor. Menurut Direktur Utama PT Garam Slamet Untung Irredenta, stok garam per 5 Februari di perusahaan plat merah ini tinggal tersisa 27.500 ton saja. "Stok garam di gudang kami menipis begitu pula stok garam di petani,” ujarnya. PT Garam memang berencana membeli garam rakyat sebanyak 70.000 ton di tahun ini. Angka ini meningkat dari penyerapan tahun lalu yang sebesar 55.000 ton. Hingga saat ini, PT Garam masih kesulitan mendapatkan pasokan garam dari petani lantaran tersendat. Saat ini, menurut Slamet, adalah waktu yang tepat untuk mengimpor garam. Pasalnya, masa panen garam rakyat masih lama, yakni sekitar Juli - Agustus nanti. Mengacu Permendag Nomor 44/2007 tentang Ketentuan Impor Garam, saat ini Importir Produsen garam (IP) iodisasi sudah berhak mengimpor garam, karena masa larangan impor garam ini berlangsung selama satu bulan sebelum masa panen dan dua bulan setelah masa panen. Meski begitu, Slamet berharap pelaksanaan impor garam ini tidak dilakukan secara serentak tapi bisa secara bertahap. Sambil melihat situasi dan kondisi produksi garam lokal. "Jangan sampai, impor garam ini nantinya menekan para petani garam rakyat," saran Slamet.