Impor gula memicu petani merugi



JAKARTA. Dampak dari kebijakan membuka impor gula mulai terasa. Harga lelang gula petani meorost sepanjang bulan Agustus. Rata-rata harga gula petani hanya berkisar Rp 11.150-Rp 11.200 per kilogram (kg). Harga tersebut lebih rendah dari harga pembelian Perum Bulog seharga Rp 11.500 per kg.

Memang harga gula ini di atas harga patokan pemerintah (HPP) Rp 9.100 per kg, namun petani mengklaim biaya produksi gula saat ini rata-rata Rp 11.500 per kg. Dengan harga lelang di bawah harga biaya produksi, petani mengaku rugi.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Soemitro Samadikoen mengatakan, jatuhnya harga gula petani merupakan dampak dari Kebjakan Presiden Joko Widodo yang menginginkan harga gula di tingkat konsumen Rp 12.500 per kg. Padahal selama ini harga gula rata-rata di tingkat konsumen Rp 14.800 per kg.


Dengan menekan harga gula tersebut, otomatis petani merasakan dampaknya. Padahal menurutnya, kenaikan harga gula ini tidak sebanding dengan kenaikan harga komoditas lain seperti daging sapi, bawang merah dan cabai.

Ia menjelaskan, biaya produksi gula tergolong tinggi karena Pabrik Gula (PG) yang tidak efisien lagi. Kondisi PG di Indonesia jauh berbeda dengan efisiensi PG di luar negeri. Namun pemerintah hanya membandingan harga gula di Indonesia dengan di luar negeri tanpa mempertimbangkan faktor efisiensi pabrik masing-masing.

"Efisiensi pabrik gula di dalam negeri, terutama milik BUMN, jauh di bawah efisiensi PG di luar negeri," ujarnya, Senin (22/8).

Soemitro menjelaskan, impor gula yang dilakukan pemerintah sejak bulan puasa lalu telah menekan harga gula di tingkat petani. Apalagi, bila impor itu dilakukan di saat musim panen raya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini