Impor kedelai ada di pemain lama



JAKARTA. Kebutuhan kedelai impor yang masih sangat besar, jelas menjadi daya tarik tersendiri bagi pebisnis. Itulah sebabnya banyak pebisnis kini mengajukan diri untuk menjadi importir kedelai. "Mayoritas pemain lama," kata Bachrul Chairi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri, Kementerian Perdagangan (Kemdag), kemarin.

Namun, kata Bachrul, selain pemain lama, dari 22 perusahaan yang mengajukan diri menjadi importir kedelai, ada juga nama-nama baru, diantaranya Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) dan Perum Badan Urusan Logistik alias Bulog.

Kemdag memberikan izin kepada perusahaan yang memiliki pengalaman setidaknya tiga tahun untuk melakukan distribusi kedelai di dalam negeri. Menurut catatan KONTAN, tahun lalu, para importir kedelai itu adalah PT Cargill Indonesia, PT Gerbang Cahaya Utama, PT Sekawan Makmur Bersama, PT Teluk Intan,  PT Sungai Budi dan PT Gunung Sewu.


Surat Persetujuan Impor (SPI) dari para pelaku usaha tersebut diberikan dan ditanda tangani oleh Kemdag kemarin (27/8). Alokasi impor yang diberikan kepada masing-masing importir tersebut akan disesuaikan dengan penyerapan kedelai lokal, serta kemampuan finansial dari masing-masing perusahaan.

Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan, meminta kepada para pelaku impor untuk menjaga agar harga kedelai stabil hingga akhir tahun ini. "Kami garis bawahi pasokan akan cukup kedepan," ujar Gita.

Jumlah kedelai yang harus diimpor hingga akhir tahun ini sekitar 1,48 juta ton. Jumlah ini, kurang lebih sama dibandingkan dengan volume impor kedelai tahun lalu.

Data Kementrian Perdagangan menunjukan, sampai Agustus, realisasi impor kedelai sudah mencapai 900.000 ton. Mulai dari September hingga akhir tahun, Kemdag memperkirakan ada tambahan impor 584.000 ton.

Menunggu izin impor

Sementara itu, Aip Syarifudin, Ketua Gakoptindo mengaku belum menerima SPI yang dijanjikan oleh Kemdag. Menurut pengakuan Aip, Gakoptindo meminta impor kedelai sebesar 50.000 ton. "SPI belum keluar, jadi kami belum tahu berapa kuota yang diberikan," kata Aip.

Yang pasti, Gakoptindo sudah membentuk divisi khusus yang akan menangani tugas tersebut. Bahkan, Gakoptindo juga sudah menghubungi eksportir di Amerika Serikat untuk memasok kedelai.

Awalnya Gakoptindo mengharapkan pemerintah segera mengeluarkan SPI kepada Bulog untuk mengimpor kedelai. Apalagi Bulog sudah diberikan tugas untuk menstabilkan harga kedelai.

Keterlambatan pemerintah untuk memberikan izin impor kepada Bulog ini jelas membuat pengrajin pusing. Pasalnya, saat ini harga kedelai impor mengalami lonjakan gara-gara melemahnya mata uang rupiah. Sedangkan pasokan kedelai dari lokal masih belum mencukupi.

Selama ini, para pengrajin tahu tempe membeli kedelai impor di level harga Rp 8.700 hingga Rp 9.000 per kilogram (kg). "Wah, saya lemas sekarang. Bingung juga mau bagaimana," kata Aip.

Bachrul membenarkan, kenaikan harga kedelai pada saat ini bukan karena stok kedelai menipis tetapi disebabkan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar. Kedelai yang sebagian besar dipasok dari impor menjadi semakin mahal.

Bachrul menjelaskan, stok kedelai yang ada hingga akhir Agustus 2013, baik di gudang importir maupun yang sedang dalam proses pengiriman tersedia sebesar 300.000 ton. Stok ini diklaim cukup untuk kebutuhan 2,5 bulan konsumsi pengrajin tahu dan tempe di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Fitri Arifenie