KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan langkah Indonesia untuk mengimpor Liquefied Natural Gas (LNG) dan tawaran kerjasama di sektor kritikal mineral kepada Amerika Serikat (AS) masih dalam tahap pembahasan. Sebelumnya, usai melakukan lawatan ke AS, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia tengah mengupayakan peningkatan impor sejumlah komoditas strategis.Khususnya komoditas energi, minyak, dan gas alam cair (LNG) masuk dalam daftar. "Kalau untuk LNG kan Indonesia sudah punya kontrak LNG dengan Jepang dan itu dilanjutkan. Terkait dengan pembicaraan di Amerika, baru pembicaraan awal dan detailnya tentu masih berproses," ungkap Airlangga saat dikonfirmasi di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin (05/05). Selain LNG, komoditas mineral kritis atau kritikal mineral yang berpotensi sebagai komoditas kerjasama dengan AS, juga akan masih dalam tahap pembahasan "Khusus untuk tadi dengan Amerika pun, kritikal mineral ada pembahasan," tambah Airlangga. Baca Juga: Kementerian ESDM Tetapkan Harga Batubara Acuan Periode Awal Mei 2025 Asal tahu saja, sebelumnya potensi kerja sama mineral kritis untuk industri dengan AS diungkap oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. Menurutnya, Presiden Prabowo telah memberikan 'lampu hijau' untuk kerja sama kritikal mineral lebih lanjut. "Mereka (AS) mempertanyakan soal kritikal mineral, dan saya sudah jawab kemarin Presiden sudah berikan green light," kata Luhut dalam acara Sarasehan yang dilaksanakan di Jakarta, Selasa (08/04). Menurut Luhut, pemerintah AS sangat membutuhkan pasokan mineral kritis untuk perkembangan industri mereka dan Indonesia dinilai bisa memenuhi kebutuhan negeri Paman Sam itu. Penjelasan dari Menteri ESDM Terkait Potensi Daya Tawar Melalui LNG dan Mineral Kritis Sayangnya, komentar berbeda sempat diungkap oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia terkait dua komoditas energi yang berpotensi sebagai bargaining power dalam menekan tarif resiprokal AS.
Impor LNG dan Kritikal Mineral Masih Jadi Senjata RI Turunkan Tarif Resiprokal AS
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan langkah Indonesia untuk mengimpor Liquefied Natural Gas (LNG) dan tawaran kerjasama di sektor kritikal mineral kepada Amerika Serikat (AS) masih dalam tahap pembahasan. Sebelumnya, usai melakukan lawatan ke AS, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa Pemerintah Indonesia tengah mengupayakan peningkatan impor sejumlah komoditas strategis.Khususnya komoditas energi, minyak, dan gas alam cair (LNG) masuk dalam daftar. "Kalau untuk LNG kan Indonesia sudah punya kontrak LNG dengan Jepang dan itu dilanjutkan. Terkait dengan pembicaraan di Amerika, baru pembicaraan awal dan detailnya tentu masih berproses," ungkap Airlangga saat dikonfirmasi di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Senin (05/05). Selain LNG, komoditas mineral kritis atau kritikal mineral yang berpotensi sebagai komoditas kerjasama dengan AS, juga akan masih dalam tahap pembahasan "Khusus untuk tadi dengan Amerika pun, kritikal mineral ada pembahasan," tambah Airlangga. Baca Juga: Kementerian ESDM Tetapkan Harga Batubara Acuan Periode Awal Mei 2025 Asal tahu saja, sebelumnya potensi kerja sama mineral kritis untuk industri dengan AS diungkap oleh Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. Menurutnya, Presiden Prabowo telah memberikan 'lampu hijau' untuk kerja sama kritikal mineral lebih lanjut. "Mereka (AS) mempertanyakan soal kritikal mineral, dan saya sudah jawab kemarin Presiden sudah berikan green light," kata Luhut dalam acara Sarasehan yang dilaksanakan di Jakarta, Selasa (08/04). Menurut Luhut, pemerintah AS sangat membutuhkan pasokan mineral kritis untuk perkembangan industri mereka dan Indonesia dinilai bisa memenuhi kebutuhan negeri Paman Sam itu. Penjelasan dari Menteri ESDM Terkait Potensi Daya Tawar Melalui LNG dan Mineral Kritis Sayangnya, komentar berbeda sempat diungkap oleh Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia terkait dua komoditas energi yang berpotensi sebagai bargaining power dalam menekan tarif resiprokal AS.