Impor longgar, ketahanan pangan rapuh



JAKARTA. Pemerintah memilih kebijakan instan untuk meredam gejolak harga pangan dalam beberapa tahun terakhir. Kini, hampir semua pintu keran impor bahan pangan sudah terbuka lebar.

Sebut saja buah-buahan, bawang merah, bawang putih, daging, dan yang terakhir kedelai. Khusus impor daging, kedelai, dan bawang putih kini sudah tak ada lagi hambatan apapun termasuk bea masuk (BM).

Kebijakan liberalisasi pangan ini sekilas ampuh untuk meredam harga. Tapi, dalam jangka panjang, Indonesia akan sangat tergantung pada produk impor dan dengan mudah harga akan mengalami gejolak seiring perubahan harga di pasar global.


Pengamat Pertanian Khudori melihat kondisi ini jelas akan membuat gairah petani  dalam negeri untuk meningkatkan kapasitas produksi menjadi loyo. Apalagi, saat pemerintah memacu penguatan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat, harga pangan impor akan luruh dan membanjiri pasar lokal. Makin sulit bagi petani lokal bersaing dengan produk impor.

Contoh yang paling gres adalah kebijakan pemerintah soal kedelai. Sebelumnya pemerintah menetapkan harga pembelian petani (HPP) untuk komoditi kedelai Rp 7.000 per kg. "Padahal, sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS), petani kedelai baru balik modal dengan harga Rp 7.500," tandasnya, Minggu (22/9).

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Suryo Bambang Sulisto juga tak begitu nyaman dengan maraknya barang impor ini. Ia berpendapat, agar tidak kecanduan dengan produk pangan impor, mulai saat ini pemerintah harus menyiapkan kebijakan jangka menengah dan panjang untuk mengendalikan harga pangan menggunakan produk lokal.

Pemerintah harus membuat kebijakan percepatan produksi pangan. "Pemerintah harus memberi dukungan ke pengusaha lokal  dalam bentuk pembangunan infrastruktur, menekan bunga bank, dan keringanan pajak," papar Suryo.

Nah, untuk mengontrol harga produk pangan impor, Suyro dan Khudori meminta Perum Bulog diberi peran lebih besar. "Minimal 50% diimpor oleh bulog," kata Khudori.

Menteri Perdagangan Gita Wirjawan membantah jika kemudahan impor pangan ini karena rendahnya produksi dalam negeri. Ia berjanji, kebijakan ini hanya bersifat sementara dan akan mencabutnya saat harga normal. Pihaknya juga akan memperketat pengawasan agar importir tidak curang dengan melakukan penimbunan barang. "Bila ada yang curang, izinnya akan dicabut," tandas Gita.    

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie