Impor Migas Tembus Rp 417 Triliun per September 2024, Swasembada Energi Jadi Solusi?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia masih kecanduan impor minyak dan gas (migas). Setiap tahunnya, anggaran sekitar Rp 450 triliun dihabiskan untuk membeli migas dari luar negeri. Target swasembada energi yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto diharapkan bisa menjadi solusi untuk menekan impor.

Penegasan Presiden Prabowo disampaikan dalam beberapa kesempatan baik saat Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Pengumuman Menteri Kabinet Merah Putih serta Sidang Paripurna Kabinet. Swasembada energi merupakan salah satu dari 17 program prioritas Presiden Prabowo dalam kepemimpinannya di bawah visi Asta Cita. 

Sebagai gambaran, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan impor migas Indonesia per September 2024 naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Per September 2024, impor migas mencapai US$26,74 miliar atau setara Rp 416,89 triliun (asumsi kurs Rp 15.589 per dolar AS).


Nilai impor per September tahun ini lebih tinggi jika dibandingkan nilai impor migas pada periode yang sama tahun lalu sebesar US$22,43 miliar atau setara Rp 349,78 triliun sepanjang Januari hingga September 2023.

Baca Juga: SKK Migas Ungkap Rencana Investasi Proyek Hulu Migas Capai Rp 489 Triliun

Secara detail, impor migas sampai dengan kuartal III-2024 mencapai US$ 26,74 miliar itu terdiri atas US$ 2,69 miliar pada Januari 2024, US$2,97 miliar pada Februari 2024, dan US$3,32 miliar pada Maret 2024.

Kemudian, impor migas mencapai US$2,98 miliar pada April 2024, US$2,74 miliar pada Mei 2024, serta US$3,27 miliar pada Juni 2024. Kemudian, impor migas mencapai US$3,55 miliar pada Juli 2024, US$2,64 miliar pada Agustus 2024, dan US$2,52 pada September 2024.

Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso mengungkapkan salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menekan impor migas di antaranya meningkatkan produksi migas dalam negeri, tren produksi migas Pertamina selama 10 tahun terakhir naik sekitar 8%.

"Kilang juga kita upgrade kapasitasnya melalui RDMP yang nanti ketika selesai semua diharapkan bisa mengurangi impor," kata Fadjar kepada Kontan, Jumat (25/10).

Sebelumnya, catatan Kontan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan neraca minyak bumi Indonesia sepanjang tahun 2023 terjadi perbedaan yang signifikan antara produksi minyak dengan impor minyak nasional. 

"Jadi produksi minyak Indonesia itu 221 juta barel dalam setahun. Impor kita 297 juta barel, terdiri dari 129 juta barel dalam bentuk minyak mentah dan 168 juta barel dalam bentuk Bahan Bakar Minyak (BBM)," kata Bahlil.

Baca Juga: Ini Langkah Pemerintah Percepat Investasi di Sektor ESDM

Bahlil menyebut dengan angka impor yang melejit tersebut, konsumsi BBM nasional tahun lalu mencapai sekitar 505 juta barel, yang terbagi dalam beberapa sektor, di antaranya adalah sektor transportasi yang mengonsumsi sebesar 248 juta barel atau 49%, disusul oleh sektor industri sebesar 171 juta barel atau 34%, sektor ketenagalistrikan yang menyedot 38,5 juta barel atau 8%, serta sektor aviasi yang mengonsumsi BBM sebanyak 28,5 juta barel atau 6%.

Besarnya impor minyak untuk konsumsi berbagai sektor tersebut, menguras devisa negara pada tahun lalu mencapai di angka Rp 396 triliun.

Bahlil menerangkan, pemerintah tengah meracik strategi agar impor minyak tersebut bisa dikurangi, karena tidak mungkin dengan menurunkan konsumsi minyak, sehingga konsumsi akan terus naik.

"Strategi kita dengan melihat keunggulan dan kelemahan kita, yang pertama adalah optimalisasi produksi (minyak bumi) dengan teknologi. Saya kasih contoh di Banyu Urip, itu dikerjakan oleh ExxonMobil. Itu yang didapatkan pertama itu cuma kurang lebih sekitar 90-100 ribu Barrel Oil per Day (BOPD). Tapi kemudian diinjeksi dengan teknologi yang mereka miliki, dan sekarang itu bisa mencapai 140-160 ribu BOPD," jelasnya.

Baca Juga: Perkuat Infrastruktur dan Pangkas Subsidi untuk Capai Swasembada Energi

Strategi kedua, lanjutnya,  dengan melakukan reaktivasi sumur-sumur yang idle, dari total 44.985 sumur yang ada di Indonesia, terdapat 16.990 sumur yang masuk pada kriteria idle well.

Namun demikian, tidak semua memiliki potensi untuk direaktivikasi karena sesuatu dan lain hal, seperti tidak adanya potensi subsurface, keekonomian yang tidak terpenuhi karena high cost reactivation dan harga minyak mentah dunia pada saat itu, serta faktor HSE dan non teknikal lainnya.

Sementara itu strategi ketiga adalah dengan melakukan eksplorasi migas khususnya di wilayah Indonesia Timur, karena di sana memiliki potensi penemuan-penemuan cadangan baru, sehingga pemerintah akan mendorong percepatan melalui skema kerja sama dan insentif yang lebih menarik.

"Fokus area kita sekarang itu adalah di daerah-daerah wilayah timur. Ini. Jadi di wilayah-wilayah timur sekarang. Nah, status area saat ini, ada beberapa blok yang potensinya bagus. Seperti di Seram, Buton, di Laut Aru-Arafura, Warim, dan Timor," pungkasnya.

Selanjutnya: Penyaluran Pembiayaan CNAF Turun 15% Jadi Rp 2,51 Triliun pada Kuartal III-2024

Menarik Dibaca: Ini Penjelasan Garuda Indonesia terkait Program Seat Selection

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .