JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan kinerja ekspor impor dan neraca perdagangan bulan Oktober 2016, Selasa (15/11) ini. Sejumlah ekonom memproyeksikan, surplus neraca perdagangan yang terjadi sejak awal tahun ini masih akan berlanjut di Oktober 2016. Namun, meski mengalami surplus, trennya akan cenderung turun bila dibandingkan September lalu. Sebagai catatan, pada September 2016, neraca dagang mengalami surplus sebesar US$ 1,21 miliar
year on year (YoY).
Menurut Ekonom Bank Permata Josua Pardede, neraca perdagangan Oktober diprediksi surplus sebesar US$ 1,03 miliar. Yang menyebabkan pelambatan antara lain laju pertumbuhan impor bulanan akan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor. Hal ini disebabkan oleh peningkatan impor barang konsumsi menjelang akhir tahun. Di sisi ekspor, secara tahunan atau
year on year (YoY), Josua memperkirakan akan tumbuh sebesar 0,9% sementara ekspor tumbuh 0,87%. "Ekspor akan meningkat, seiring kenaikan harga komoditas," ujar Josua, Senin (14/11). Sementara itu, ekonom Maybank Juniman memperkirakan, neraca perdagangan bulan Oktober 2016 akan surplus sekitar US$ 849 juta. Surplus tersebut disebabkan oleh ekspor yang diperkirakan sebesar 4,29% YoY menjadi US$ 12,64 miliar. Jumlah ini lebih tinggi dibanding posisi September yang sebesar US$ 12,5 miliar. Begitu juga kinerja ekspor Oktober diperkirakan juga meningkat 6,16% menjadi US$ 11,79 miliar. Posisi ini juga lebih tinggi dibanding posisi September 2016 yang sebesar US$ 11,3 miliar. Menurut Juniman, peningkatan ekspor tersebut selain karena kenaikan harga komoditas, juga didorong oleh perbaikan ekonomi di negara mitra dagang Indonesia, seperti Amerika Serikat (AS), Eropa, Jepang, dan China. Peran APBN dan pilkada Tak hanya itu, peningkatan impor juga sejalan dengan percepatan belanja pemerintah di bulan lalu, terutama belanja infrastruktur. Termasuk juga belanja pemerintah hingga akhir tahun nanti. Peningkatan rencana serapan belanja pemerintah itu diperkirakan akan membuat surplus neraca perdagangan cenderung menurun. Soalnya, belanja pemerintah akan mendorong aktivitas investasi sektor swasta. Dengan begitu, kegiatan usaha juga diperkirakan semakin bergeliat. Hal itu akan mendorong permintaan suplai bahan baku, tak terkecuali yang berasal dari impor. Di sisi lain, untuk memenuhi kebutuhan belanja pemerintah, baik belanja barang atau belanja modal, sebagian diantaranya juga masih harus diimpor. Misalnya, pembangunan infrastruktur, yang sebagian bahan bakunya berasal dari impor. Peningkatan impor juga karena adanya persiapan pemilihan kepala daerah (Pilkada). Pelaksanaan Pilkada biasanya memang mendorong aktivitas ekonomi. Sejumlah kegiatan kampanye membutuhkan berbagai bahan baku untuk alat peraga, sebagian besar juga harus impor. Itu sebabnya, sampai akhir tahun nanti, Juniman memperkirakan surplus neraca perdagangan bisa mencapai US$ 7,7 miliar, hampir sama dengan surplus tahun 2015 yang sebesar US$ 7,6 miliar.
Sementara itu, Aldian Taloputra, ekonom Standard Chartered Bank memperkirakan, surplus neraca perdagangan Oktober tahun ini lebih tinggi. Ia memproyeksi, neraca perdagangan bisa mencapai US$ 906 juta. Surplus tersebut karena peningkatan ekspor diperkirakan sebesar 4,9% YoY atau lebih tinggi dari peningkatan impor yang diperkirakan 2,4% YoY. Begitu pun Gundy Cahyadi, ekonom dari Development Bank of Singapore (DBS) yang memperkirakan surplus neraca perdagangan Oktober akan sebesar US$ 1,1 miliar. Ekonom lainnya seperti Lana Soelistyaningsih dari Samuel Aset Manajemen, Eric Sugandhi, ekonom Kenta Institute, dan ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam segendang sepenarian memperkirakan surplus. Tren surplus ini diperkirakan terus terjadi hingga akhir tahun 2016. Faktor pendukungnya adalah proyeksi membaiknya ekonomi China dan harga komoditas. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie