JAKARTA. Awal tahun ini, PT Pertamina mulai menyusutkan volume impor premium. Namun, untuk impor high speed diesel solar justru menanjak ketimbang akhir tahun lalu. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Djaelani Sutomo, Jumat (21/1).Djaelani menjelaskan, penurunan impor premium dan kenaikan impor HSD itu lebih karena tahun baru dan natal sudah lewat. Selain itu, industri pun sudah mulai beroperasi normal. "Kalau bulan Desember itu kan banyak industri yang tutup, banyak hari libur jadi impor HSDnya rendah. Sekarang memang naik tapi normal," kata Djaelani.Pada Desember lalu, Pertamina mengimpor premium sebesar 7 juta kilo liter (KL) dan impor HSD sebesar 2,5 juta KL. Pada Januari ini, Pertamina akan impor premium sebesar 5 juta KL dan impor HSD mencapai 4 juta KL."Kalau di Februari ini bisa lebih turun karena harinya pendek tapi kalau lihat kemacetan sekarang lebih ngeri. Mungkin sama dengan Januari sekitar 5 jutaan," papar Djaelani.Pertamina sebagai produsen minyak dan gas memang belum mampu memiliki kapasitas untuk memasok kebutuhan dalam negeri tanpa impor. Sekitar 30% dari kebutuhan, dipenuhi Pertamina dari impor. Khususnya untuk premium dan solar. Sedangkan untuk Pertamax, jumlahnya tak terlalu banyak.Pertamina masih impor karena kapasitas kilang yang belum memadai. Saat ini, Pertamina baru memiliki 7 unit kilang dengan total kapasitas 1034,8 ribu barrel per stream day (mbsd/1 barrel=158 liter). Kapasitas kilang paling besar dimiliki oleh Cilacap sebesar 348 mbsd. Menyusul kemudian kilang Balikpapan dengan total kapasitas 260 mbsd. Apalagi ketika kilang-kilang tersebut mengalami turn around (TA), tak bisa dihindari jumlah impor akan melonjak."Meski TA, Pertamina akan melakukan TA itu bukan pada peak season sehingga stok masih tercukupi. TA kan juga ada jadwalnya, dan kita sudah siapkan antisipasi," kata Bisnis development operasional Pertamina, Eko Martopo.Merujuk berdasar data dari Pertamina, Premium dan Solar memang mengalami defisit suplai sehingga harus impor. Untuk premium total produksi mencapai 11,96 juta KL padahal kebutuhan premium bisa mencapai 22,05 juta KL. Ini berarti, suplai premium hanya sekitar 54%. Kemudian, untuk solar total kebutuhan mencapai 21,2 juta KL. Pertamina hanya mampu memasok sekitar 86% atau sekitar 18,34 juta KL. Sedangkan untuk Avtur dan kerosene, produksi Pertamina justru banjir. Kebutuhan avtur sekitar 3,05 juta KL dan pasokannya bisa mencapai 3,32 juta KL. Sedangkan untuk kerosene, produksinya mencapai 7,02 juta KL dan kebutuhannya hanya sebesar 3,77 juta KL.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Impor premium turun, solar malah naik
JAKARTA. Awal tahun ini, PT Pertamina mulai menyusutkan volume impor premium. Namun, untuk impor high speed diesel solar justru menanjak ketimbang akhir tahun lalu. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina, Djaelani Sutomo, Jumat (21/1).Djaelani menjelaskan, penurunan impor premium dan kenaikan impor HSD itu lebih karena tahun baru dan natal sudah lewat. Selain itu, industri pun sudah mulai beroperasi normal. "Kalau bulan Desember itu kan banyak industri yang tutup, banyak hari libur jadi impor HSDnya rendah. Sekarang memang naik tapi normal," kata Djaelani.Pada Desember lalu, Pertamina mengimpor premium sebesar 7 juta kilo liter (KL) dan impor HSD sebesar 2,5 juta KL. Pada Januari ini, Pertamina akan impor premium sebesar 5 juta KL dan impor HSD mencapai 4 juta KL."Kalau di Februari ini bisa lebih turun karena harinya pendek tapi kalau lihat kemacetan sekarang lebih ngeri. Mungkin sama dengan Januari sekitar 5 jutaan," papar Djaelani.Pertamina sebagai produsen minyak dan gas memang belum mampu memiliki kapasitas untuk memasok kebutuhan dalam negeri tanpa impor. Sekitar 30% dari kebutuhan, dipenuhi Pertamina dari impor. Khususnya untuk premium dan solar. Sedangkan untuk Pertamax, jumlahnya tak terlalu banyak.Pertamina masih impor karena kapasitas kilang yang belum memadai. Saat ini, Pertamina baru memiliki 7 unit kilang dengan total kapasitas 1034,8 ribu barrel per stream day (mbsd/1 barrel=158 liter). Kapasitas kilang paling besar dimiliki oleh Cilacap sebesar 348 mbsd. Menyusul kemudian kilang Balikpapan dengan total kapasitas 260 mbsd. Apalagi ketika kilang-kilang tersebut mengalami turn around (TA), tak bisa dihindari jumlah impor akan melonjak."Meski TA, Pertamina akan melakukan TA itu bukan pada peak season sehingga stok masih tercukupi. TA kan juga ada jadwalnya, dan kita sudah siapkan antisipasi," kata Bisnis development operasional Pertamina, Eko Martopo.Merujuk berdasar data dari Pertamina, Premium dan Solar memang mengalami defisit suplai sehingga harus impor. Untuk premium total produksi mencapai 11,96 juta KL padahal kebutuhan premium bisa mencapai 22,05 juta KL. Ini berarti, suplai premium hanya sekitar 54%. Kemudian, untuk solar total kebutuhan mencapai 21,2 juta KL. Pertamina hanya mampu memasok sekitar 86% atau sekitar 18,34 juta KL. Sedangkan untuk Avtur dan kerosene, produksi Pertamina justru banjir. Kebutuhan avtur sekitar 3,05 juta KL dan pasokannya bisa mencapai 3,32 juta KL. Sedangkan untuk kerosene, produksinya mencapai 7,02 juta KL dan kebutuhannya hanya sebesar 3,77 juta KL.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News