Impor sapi Australia ancam peternak lokal



JAKARTA. Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku kecewa dengan keputusan pemerintah yang kembali membuka impor daging sapi dari Australia sejak pekan lalu. Pembukaan keran impor sapi ini dikhawatirkan akan mematikan para peternak lokal.

Rofi Munawar, anggota Komisi IV DPR mengatakan pembukaan impor daging sapi ini justru lebih menguntungkan para peternak sapi dari Australia. "Pemerintah harus menjelaskan kebijakan impor sapi ini pada DPR, termasuk langkah apa yang dilakukan agar tak merugikan peternak lokal," kata politisi dari Fraksi PKS ini, Senin (11/7).

Ia mengaku tak bisa menerima alasan dari Kementerian Perdagangan yang menyebut pembukaan impor daging sapi dari Australia dalam rangka menjaga hubungan baik bilateral. Padahal menurut Badan Pusat Statistik (BPS), kebutuhan impor daging sapi tergolong kecil tak lebih dari 10% saja. Itu pun berbentuk sapi bakalan yang akan digemukkan kembali oleh peternak.


Dari data BPS hingga awal Juli 2011 terdapat 14,5 juta sapi potong, 1,27 juta kerbau, dan 574.000 sapi perah. Sedangkan total sapi yang berpotensi menghasilkan daging untuk dikonsumsi sekitar 16,3 juta ekor. Artinya kebutuhan daging sebetulnya bisa dipasok peternak lokal.

"Asalkan pemerintah memprioritaskan perluasan dan penyebaran sentra pasar sapi guna memangkas rantai penjualan yang terlalu panjang," terangnya.

Dengan rantai penjualan yang lebih pendek, lanjut Rof\'i, peternak memperoleh harga beli yang pantas. Selama ini peternak domestik mayoritas mengelola sapi bakalan dalam bentuk peternakan rumahan dengan jumlah yang tidak terlalu besar.

Anggota Komisi IV DPR Made Urip juga menyayangkan kebijakan plin-plan dari pemerintah. Politisi PDIP itu bilang lebih baik jika impor daging tersebut dihentikan. Toh di beberapa wilayah produksi daging sapi pun tercatat surplus. Misalnya di Jawa Timur, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. "Kebijakan impor ini artinya tak ada kepedulian bagi peternak lokal," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini