JAKARTA. Industri penyamakan kulit di dalam negeri bakal semakin kesulitan mendapatkan bahan baku kulit jika Australia melakukan penghentian ekspor sapi ke Indonesia. Pasalnya selama ini, mayoritas bahan baku kulit sapi yang diperoleh berasal dari Australia. Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia, Lany Sulaiman mengatakan kebijakan penghentian ekspor sapi yang tengah dipersiapkan oleh parlemen Australia itu akan berdampak besar bagi industri penyamakan kulit. "Sekarang saja sudah kekurangan pasokan bahan baku kulit, apalagi nanti," kata Lany, Minggu (26/6). Lany mengatakan selama ini kebutuhan bahan baku kulit besar dari sapi di dalam negeri sekitar 5 juta ekor per tahun. Namun selama ini hanya sekitar 40% yang terpenuhi. Sedangkan bahan baku kulit kecil dari kambing mencapai 12 juta ekor per tahun dan selama ini hanya terpenuhi sebanyak 20%. Untuk mengatasi persoalan bahan baku itu, industri penyamakan kulit mengimpor dari sejumlah negara termasuk Australia. Bahkan menurut Lany, impor bahan baku kulit mayoritas dari Australia, sisanya dari negara Timur Tengah. Bahan baku kulit yang diperoleh di dalam negeri, sebagian besar juga berasal dari sapi yang diimpor dari Australia. Lany mengatakan persoalan kesulitan bahan baku itu menyebabkan kinerja industri penyamakan kulit pada semester I tahun 2011 stagnan. Untuk itu, ia berharap pemerintah membantu mengatasi kesulitan pasokan bahan baku kulit. Sebelumnya, Ketua APKI, Sutanto Haryono mengatakan sekitar 200 perusahaan anggota APKI terganggu kinerjanya akibat kesulitan bahan baku kulit. "Utilisasi industri penyamakan kulit hanya 50% hingga 60%," kata Sutanto.
Impor sapi berhenti, industri penyamakan kulit bakal terancam
JAKARTA. Industri penyamakan kulit di dalam negeri bakal semakin kesulitan mendapatkan bahan baku kulit jika Australia melakukan penghentian ekspor sapi ke Indonesia. Pasalnya selama ini, mayoritas bahan baku kulit sapi yang diperoleh berasal dari Australia. Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyamakan Kulit Indonesia, Lany Sulaiman mengatakan kebijakan penghentian ekspor sapi yang tengah dipersiapkan oleh parlemen Australia itu akan berdampak besar bagi industri penyamakan kulit. "Sekarang saja sudah kekurangan pasokan bahan baku kulit, apalagi nanti," kata Lany, Minggu (26/6). Lany mengatakan selama ini kebutuhan bahan baku kulit besar dari sapi di dalam negeri sekitar 5 juta ekor per tahun. Namun selama ini hanya sekitar 40% yang terpenuhi. Sedangkan bahan baku kulit kecil dari kambing mencapai 12 juta ekor per tahun dan selama ini hanya terpenuhi sebanyak 20%. Untuk mengatasi persoalan bahan baku itu, industri penyamakan kulit mengimpor dari sejumlah negara termasuk Australia. Bahkan menurut Lany, impor bahan baku kulit mayoritas dari Australia, sisanya dari negara Timur Tengah. Bahan baku kulit yang diperoleh di dalam negeri, sebagian besar juga berasal dari sapi yang diimpor dari Australia. Lany mengatakan persoalan kesulitan bahan baku itu menyebabkan kinerja industri penyamakan kulit pada semester I tahun 2011 stagnan. Untuk itu, ia berharap pemerintah membantu mengatasi kesulitan pasokan bahan baku kulit. Sebelumnya, Ketua APKI, Sutanto Haryono mengatakan sekitar 200 perusahaan anggota APKI terganggu kinerjanya akibat kesulitan bahan baku kulit. "Utilisasi industri penyamakan kulit hanya 50% hingga 60%," kata Sutanto.