JAKARTA. Pemerintah akhirnya resmi memperluas zona impor sapi dari selama ini berbasis negara (based country) menjadi berbasis zona (zone based). Alhasil, negara pemasok sapi bukan lagi monopoli Australia. Beleid impor berbasis zonasi itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 4/2016. Aturan itu diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Maret 2016. Ketentuan impor berbasis zona ini sebenarnya telah disebut dalam paket kebijakan ekonomi jilid IX yang diumumkan pada 27 Januari 2016. Meski begitu, terbitnya peraturan impor sapi berbasis zona ini sontak menuai pro dan kontra.
Ada kekhawatiran PP tersebut menurunkan status Indonesia dari negara bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menjadi negara yang tidak bebas PMK lagi. Sri Mukartini, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian (Kemtan) berdalih, beleid baru ini bertujuan melindungi semua kalangan. Mulai dari peternak hingga konsumen. Hanya BUMN & BUMD Ia menjamin, impor daging sapi dan sapi hidup dari berbagai negara yang memenuhi syarat zonasi, tidak akan mengganggu produksi sapi lokal. "Yang berhak mengimpor hanya badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD)," ujarnya di sela-sela diskusi, Peternakan Indonesia Pasca PP Pemasukan Ternak dan Daging Zona Base, Kamis (17/3). Sri menjelaskan, pemasukan daging sapi maupun sapi ke Indonesia tidak sembarangan dilakukan. Impor hanya dibolehkan dalam kondisi tertentu, seperti adanya bencana, wabah penyakit dan kekurangan daging, harga melambung 30% di atas Harga Patokan Pasar (HPP). Terkait HPP ini, akan ditetapkan dalam rapat koordinasi di Kementerian Perekonomian. Selain itu, pemerintah akan menilai negara tujuan impor sapi. Salah satu kriterianya, negara tersebut harus sudah mendapatkan sertifikat dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIA). Impor bisa dilakukan bila semua syarat terpenuhi. Dus, posisi Indonesia sebagai negara bebas PMK tidak akan terganggu. Direktur Jenderal (Dirjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan Kemtan Muladno menambahkan, PP ini keluar karena harga daging sapi di Indonesia lebih tinggi dari negara lain, termasuk dengan Malaysia. Karena itu, ada saran untuk menambah pasokan daging dari India. Saat ini India memproduksi daging kerbau berstandar internasional dan organik. "Tim yang kami kirim ke India yakin, daging kerbau itu bisa masuk ke Indonesia dengan harga murah," terangnya. Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi mengapresiasi pemerintah atas terbitnya PP baru tersebut.
Ia memprediksi, beleid ini akan berdampak pada harga daging di pasar domestik, terlebih yang mengimpor hanya BUMN dan BUMD. Menurutnya, aturan ini sudah bisa berlaku untuk impor daging sapi, tapi untuk impor sapi belum bisa karena pulau karantina belum jadi. Namun, Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo menilai, PP ini tidak lebih seperti pemadam kebakaran di tengah tingginya harga daging di pasar domestik. Padahal, bila pemerintah serius membenahi tata niaga sapi dalam negeri, perlu ada regulasi nasional jangka panjang. Ia bilang, agar bisa swasembada daging seharusnya pemerintah melakukan breeding (pembibitan). Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf menilai, kebijakan impor sapi berdasarkan zona tetap berpotensi menurunkan status Indonesia dari negara bebas PMK menjadi negara yang tidak bebas PMK. Kebijakan ini juga tidak menjamin harga daging sapi di dalam negeri akan murah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dikky Setiawan