Impor Sapi Potong Tekan Peternak Lokal (3-habis)



Penambahan impor sapi membuat peternak lokal menangis. Guyuran sapi impor membuat para peternak lokal di sentra produksi sapi tak bisa memasok sapinya ke wilayah Jakarta dan sekitarnya.

Irawan E. Sulistyo, Direktur Utama PT Sarjana Masuk Desa mencontohkan salah satu peternak lokal asal Malang, Jawa Timur sudah tidak lagi memasok sapi ke Jakarta dan sekitarnya ketika jelang lebaran. Alasannya, stok di wilah Jakarta dan sekitarnya sudah mampu dipenuhi dari impor.

"Pemasok-pemasok yang biasanya kirim sapi ke Jakarta semuanya istirahat sekarang," kata Irawan. Padahal, seharusnya momen lebaran membuat peternak lokal tertawa dengan naiknya permintaan daging sapi di pasar.


Dia menyayangkan sikap pemerintah yang selalu mengambil jalan pintas, yakni impor untuk menurunkan harga daging sapi. Jika kondisi ini dibiarkan, peternak lokal akan makin malas untuk beternak sapi.

Ujungnya, swasembada daging sapi tak akan tercapai. "Ini dasarnya apa, impor sapi ditentukan oleh harga daging di pasar,?" tanya dia.

Secara pasokan, Irawan bilang tidak ada masalah. "Sapi lokal itu ada," katanya. Ia bercerita, permintaan daging sapi paling besar di wilayah Jabodetabek. Sedang permintaan di daerah cukup kecil. Jika pasokan Jabodetabek dipenuhi dari impor, lantas ke mana sapi lokal akan dijual?

Memang persoalan yang muncul ke permukaan adalah biaya transportasi. Ongkos mengangkut sapi dari Australia ke Jakarta lebih murah ketimbang mengangkut sapi dari daerah sentra sapi seperti Nusa Tenggara Timur ke Jakarta. Jadi meskipun populasi sapi di wilayah sentra sapi besar, sulit untuk dikirim ke Jakarta.

Mengatasi ini, Syukur Iwantoro, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementrian Pertanian telah mencari solusi. Syukur bilang sudah meminta pihak Pelni dan Merpati untuk mengangkut sapi ataupun daging.

"Pelni memang akan membuat kapal khusus pengangkut sapi, tetapi ini dibutuhkan komitmen," kata Syukur. Sementara Merpati bisa untuk jasa pengangkutan daging. Sehingga daging sudah dipotong di wilayah sentra sapi dan diterbangkan ke Jabodetabek.

Selain mempengaruhi penjualan sapi lokal, impor sapi siap potong juga menekan harga sapi lokal. Sebelumnya, harga sapi lokal sekitar Rp 34.000 per kilogram (kg) bobot hidup. "Kini hanya Rp 30.000 per kg bobot hidup," kata Irawan. Padahal, beban pokok paling besar untuk peternak adalah mahalnya harga pakan. Seperti harga bekatul yang sebelumnya Rp 1.500 per kg menjadi Rp 3.800 per kg. Kemudian rendang kangkung yang sebelumnya Rp 500 per kg menjadi Rp 1.500 per kg. Ampas tahu juga naik dari Rp 1.300 per kg menjadi Rp 1.800 per kg.

Muladno, Guru Besar Institute Pertanian Bogor mengatakan pemerintah harus mencari solusi. "Jangan impor terus menerus," katanya. Bagi peternak skala kecil, ia mengusulkan supaya peternak untuk dikelola secara kolektif dalam satu manajemen. Dengan pengelolaan bisnis yang baik, perilaku peternak akan berubah. Misalnya, peternak menjual ternak ketika memang menguntungkan.

Untuk peternak skala perusahaan, pemerintah harusnya memberikan fasilitas bagi yang bersedia mengembangkan usaha pembiakan sapi. Demi menaikan populasi, pemerintah harus menerbitkan peraturan tentang pemasukan ternak betina produktif.

Solusi laib, harus ada kemitraan antarpeternak berskala kecil dengan pelaku usaha besar yang saling menguntungkan. "Keberadaan feedloter untuk serap sapi lokal cukup membantu tinggal pengawasannya," kata Irawan. 

(Selesai)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Fitri Arifenie