Impor Tekstil Ilegal Sulit Dibendung, Begini Komentar Komisi VI DPR



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VI DPR RI turut menanggapi maraknya impor produk tekstil ilegal di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir.

Berdasarkan data BI, BPS, APSyFI yang diolah Indotextile, jumlah impor produk tekstil ilegal mencapai 320.000 ton pada 2022 atau naik dibandingkan tahun sebelumnya yakni sebesar 285.000 ton. Impor produk tekstil ilegal pada 2022 setara dengan 16.000 kontainer per tahun atau 1.333 kontainer per bulan.

Total kerugian akibat impor produk tekstil ilegal pada 2022 mencapai Rp 32,48 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.500 per dolar AS. Pemerintah pun berpotensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 19 triliun akibat impor ilegal tersebut.


Dalam data tersebut, jenis-jenis impor produk tekstil ilegal terdiri impor unprosedural seperti borongan, under invoice, transhipment, dan pelarian HS; rembesan kawasan berikat, gudang berikat, pusat logistik berikat, dan penyelewengan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE); penyelewengan izin impor API-P dan API-U; serta importasi pakaian bekas.

Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza mengatakan, impor produk tekstil ilegal dapat dipastikan merupakan perbuatan melawan hukum. Bahkan, ia menganggap impor ilegal sebagai bagian dari usaha penyelundupan barang dari luar ke dalam negeri.

Baca Juga: Lindungi Industri Tekstil Dalam Negeri & UMKM, Mendag: Berantas Pakaian Bekas Impor

Peredaran produk tekstil hasil impor ilegal sudah menjadi masalah yang terjadi berulang-ulang setiap tahunnya. Bahkan, khusus untuk pakaian impor bekas ilegal, permintaan terhadap produk tersebut ternyata cukup tinggi. Artinya, ada pasar untuk produk seperti itu.

"Pemerintah perlu bijak untuk membuat regulasi supaya ekonomi masyarakat lokal tetap berputar. Apalagi, para pelaku usaha yang terdampak impor ilegal semuanya dari UMKM," jelas dia, Rabu (29/3).

Faisol juga bilang, pihaknya memiliki rencana untuk membahas masalah impor tekstil ilegal dengan para stakeholder terkait, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan, hingga para pelaku usaha tekstil. Sayangnya, ia belum menjelaskan secara gamblang kapan pertemuan dengan para stakeholder ini dilaksanakan.

"Tentu kami akan panggil, karena Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Larangan Impor tidak efektif," imbuh dia.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta sebelumnya menduga, untuk impor produk tekstil ilegal dengan modus borongan, under invoice, transhipment, dan penyalahgunaan izin impor dilakukan oleh pemain-pemain yang sama.

"Pemainnya itu-itu juga, ada sekitar 5-7 orang di mana tiap orang punya sekitar 20 perusahaan," ujar dia, Minggu (26/3).

Baca Juga: Pakaian Bekas Impor Ilegal Senilai Rp 80 Miliar Dimusnahkan, Ini Alasan Pemerintah

Ia juga bilang, untuk importasi pakaian bekas kemungkinan dilakukan oleh pemain yang berbeda dengan modus impor ilegal yang disebutkan sebelumnya.

Beberapa pelaku impor produk tekstil sudah ada yang pernah ditangkap. Namun, yang tertangkap hanya dari kalangan oknum, bukan pemimpin impor ilegal tersebut.

APSyFI pun menyebut, praktik impor produk tekstil ilegal tampak terjadi secara masif. Ini mengingat 90% dari total 320.000 ton impor produk ilegal tekstil terjadi pada semester kedua 2022, berhubung pada semester satu tahun lalu freight rate angkutan kapal masih mahal.

"Praktik ini sudah menjamur, terstruktur, dan terorganisir di antara para importir, oknum pelabuhan, dan oknum pengambil kebijakan," tegas Redma.

Dia juga menyarankan perlunya pembentukan satuan tugas (satgas) yang berada langsung di bawah Presiden Joko Widodo untuk memberantas praktik impor produk tekstil ilegal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Anna Suci Perwitasari