KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingginya laju pertumbuhan impor mulai membuat khawatir pemerintah. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFi) menilai hingga saat ini belum ada satupun kebijakan yang dikeluarkan untuk menurunkan laju pertumbuhan impor. Redma, Sekretaris Jenderal APSyFi menyatakan bahwa presiden harus turun sendiri untuk mengurangi laju impor ini karena banyak mafia-mafia impor sudah masuk ke oknum-oknum birokrasi sehingga banyak kebijakan yang justru pro barang impor dibanding barang buatan lokal. “Di sektor tekstil barang impor banjir, padahal sudah bisa dibuat oleh produsen lokal, pemerintah harus berani melakukan substitusi impor, kami hanya perlu revisi kebijakan, tidak minta insentif,” kata Redma dalam rilis media yang diterima Kontan.co.id, Rabu (15/8). Sebelumnya APSyFI secara resmi sudah pernah mengusulkan untuk merevisi Permendag 64 tahun 2017, karena ijin impor diberikan kepada pedagang untuk impor bahan baku, padahal sebelumnya ijin impor hanya diberikan kepada produsen yang membutuhkan bahan baku untuk kepentingan ekspor. “Setahu saya, pihak Kementerian Perindustrian (Kemperin) pun mengusulkan hal yang sama, namun pihak Kemeterian Perdagangan (Kemdag) terlihat sangat mengabaikan usulan ini,” jelas Redma.
Impor TPT naik 19,5%, asosiasi menilai regulasi belum kuat memperketat impor
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tingginya laju pertumbuhan impor mulai membuat khawatir pemerintah. Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFi) menilai hingga saat ini belum ada satupun kebijakan yang dikeluarkan untuk menurunkan laju pertumbuhan impor. Redma, Sekretaris Jenderal APSyFi menyatakan bahwa presiden harus turun sendiri untuk mengurangi laju impor ini karena banyak mafia-mafia impor sudah masuk ke oknum-oknum birokrasi sehingga banyak kebijakan yang justru pro barang impor dibanding barang buatan lokal. “Di sektor tekstil barang impor banjir, padahal sudah bisa dibuat oleh produsen lokal, pemerintah harus berani melakukan substitusi impor, kami hanya perlu revisi kebijakan, tidak minta insentif,” kata Redma dalam rilis media yang diterima Kontan.co.id, Rabu (15/8). Sebelumnya APSyFI secara resmi sudah pernah mengusulkan untuk merevisi Permendag 64 tahun 2017, karena ijin impor diberikan kepada pedagang untuk impor bahan baku, padahal sebelumnya ijin impor hanya diberikan kepada produsen yang membutuhkan bahan baku untuk kepentingan ekspor. “Setahu saya, pihak Kementerian Perindustrian (Kemperin) pun mengusulkan hal yang sama, namun pihak Kemeterian Perdagangan (Kemdag) terlihat sangat mengabaikan usulan ini,” jelas Redma.