Importir resah tutupnya Tanjung Priok simpang siur



JAKARTA. Kalangan importir dibuat resah akibat bedanya pernyataan dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk penutupan pintu masuk komoditas hortikultura impor di Pelabuhan Tanjung Priok. Pasalnya, pengusaha harus memperhitungkan masak-masak alat transportasi serta besaran biaya apabila pintu masuk komoditas impor jadi dipindahkan ke Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Akhir pekan lalu, Kementerian Pertanian berjanji akan mengkaji ulang penerapan tiga buah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 88, 89, 90 Tahun 2011 mengenai pintu masuk komoditas hortikultura hanya boleh melalui Pelabuhan Medan, Surabaya, Makassar, dan Bandara Soekarno Hatta Jakarta. Sementara, Kementerian Perdagangan ngotot akan memberlakukan peraturan tersebut pada 19 Maret mendatang. Kafi Kurnia, Ketua Umum Asosiasi Eksportir Importir Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo) mengatakan, tidak jelasnya pengendali kebijakan impor ini tentunya akan membingungkan pengusaha dalam mendatangkan pasokan dari luar negeri. "Kami mengharapkan ada kepastian minggu ini dari pemerintah," kata Kafi kepada KONTAN, Selasa (21/2). Sejatinya, importir mempunyai perencanaan yang matang dalam proses pemindahan pasokan yang semula lewat pintu Pelabuhan Tanjung Priok menjadi Pelabuhan Tanjung Perak. Sebab, pemindahan lokasi pintu masuk tersebut memiliki risiko tinggi serta biaya yang mahal. Bahkan, kesimpangsiuran yang sekarang terjadi justru lebih merugikan pengusaha dibandingkan dengan rencana penutupan pintu masuk Pelabuhan Tanjung Priok, yang sejak awal memang ditentang pengusaha. "Kalau memang harus dipindah, kami bisa mesti melakukan segala persiapan, seperti pinjaman kredit untuk menambah biaya transportasi dari Surabaya ke Jakarta," kata dia. Taufik Mampuk, Manajer Impor PT Mitra Sarana Purnama, perusahaan importir buah, mengatakan, waktu ideal pemberitahuan keputusan penutupan pintu masuk ialah satu bulan sebelum hari pelaksanaan. Pasalnya, pelabuhan tujuan sudah harus ditentukan pada saat kapan berangkat menuju Indonesia. Misalnya, jarak tempuh jalur laut antara China dan Indonesia memakan waktu selama setengah bulan, sedangkan negeri Amerika Latin bisa menghabiskan waktu perjalanan selama 40 hari. "Akibat belum jelasnya keputusan pemerintah, hingga sekarang perusahaan kami tidak berani mendatangkan impor anggur dari Argentina," kata dia. Salah satu risiko kerugian yang berpotensi menimpa pengusaha misalnya kapal gagal sandar di pelabuhan tujuan akibat pemberlakuan penutupan pintu masuk. Menurut Taufik, importir harus menanggung kerugian dengan menambah biaya transportasi ke pintu masuk lainnya, yakni sekitar Rp 200 juta per kontainer. Ketidakjelasan aturan main pintu masuk pelabuhan hingga membuat Taufik tidak bebas dalam mendatangkan pasokan barang impor. Padahal, Taufik bilang, pihaknya memasok jeruk yang berasal dari China, Amerika, dan Argentina dengan jumlah sekitar 150 kontainer atau setara dengan 2.250 ton per tahun. Yusuf Taufik, Manajer Impor PT Lika Dayatama, perusahaan importir sayuran, mengatakan, pihaknya masih berharap pemerintah bersedia membatalkan keputusan penutupan Pelabuhan Tanjung Priok. Sebab, pihaknya khawatir harga barang akan melonjak akibat tingginya biaya transportasi dari Surabaya ke Jakarta. Ia menaksir, pengusaha harus mengeluarkan dana tambahan transportasi darat sekitar Rp 40 juta per kontainer. Alhasil, harga sayuran maupun buah-buahan dapat meningkat harganya hingga 100%. "Kami berharap pemerintah mau membatalkan penutupan Tanjung Priok," kata Yusuf.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Djumyati P.