KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Investment Authority (INA) atau Lembaga Pengelola Investasi (LPI) mengungkapkan ketertarikannya menjajaki peluang kolaborasi untuk memobilisasi pendanaan jumbo transisi energi yakni Just Energy Transition Partnership (JETP). VP Communications Indonesia Investment Authority (INA) Putri Dianita Ruswaldi menyatakan, jika memungkinkan pihaknya berencana menjajaki peluang untuk berkolaborasi dengan JETP dan memaksimalkan kemitraan pendanaan untuk mendukung inisiatif utama INA. “INA memiliki tujuan untuk memaksimalkan penghentian pembangkit listrik tenaga batubara (PLTU) yang ada dan mempercepat perluasan platform energi terbarukan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (10/8).
Melalui cara itu, pihaknya dapat berkontribusi pada masa depan yang berkelanjutan bagi Indonesia.
Baca Juga: Sektor Kelistrikan dan Kendaraan Listrik Masuk Daftar Investasi Komprehensif JETP Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyatakan, Indonesia Investment Authority (INA) saat ini sudah menunjukkan ketertarikannya. Sebab sebelumnya INA sudah mulai masuk ke bidang-bidang energi bersih. Dalam catatan sebelumnya, saat ini sudah ada lembaga nasional yang terlibat yakni PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) yang telah ditetapkan sebagai country platform JETP melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 275 Tahun 2022. Di dalam struktur tata kelola JETP, PT SMI akan berkoordinasi di tingkat proyek. Lebih jelasnya SMI yang akan bermitra dengan Glasgow Financial Alliance for Net Zero (GFANZ) yang terdiri dari Bank of America, Citibank, Deutsche Bank, HSBC, Macquaire, MUFG dan Standard Chartered serta bank pembangunan multilateral lainnya. Perihal skema untuk mendapatkan pendanaan JETP, lanjut Dadan, bisa dilakukan melalui berbagai cara, yakni melalui business to business (B2B) atau melalui pemerintah. “Nanti kami akan coba mengarahkan pendanaan itu misalnya melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), lembaga pendanaan. Atau nanti channel yang lain ke pemerintah, apa langsung ke BUMN misalnya, jadi banyak, atau ke perbankan langsung,” ujarnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Kamis (10/8). Implementasi JETP dengan nilai pendanaan sebesar US$ 20 miliar atau setara dengan Rp 300 triliun berasal dari investasi publik dan swasta dalam bentuk hibah dan pinjaman bunga rendah, diharapkan dapat mempercepat dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan dengan beberapa target. Pertama, peaking emisi sektor ketenagalistrikan diproyeksikan terjadi pada tahun 2030, lebih cepat dari proyeksi awal.
Baca Juga: Rencana Investasi Komprehensif JETP Akan Diluncurkan Bulan Ini, Begini Progresnya Kedua, emisi sektor ketenagalistrikan tidak melebihi 290 juta ton CO2 di tahun 2030, lebih rendah 67 juta ton CO2 dibandingkan nilai baseline BaU sebesar 357 juta ton CO2. Ketiga, net zero emissions sektor ketenagalistrikan pada tahun 2050, lebih cepat 10 tahun dari proyeksi awal. Terakhir, mempercepat pemanfaatan energi terbarukan setidaknya 34% bersumber dari energi terbarukan pada 2030. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi