KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mengungkapkan potensi kapasitas fasilitas pengolahan High-Pressure Acid Leaching (HPAL) atau smelter Pomalaa setelah bekerja sama dengan partner China dapat dikerek tiga kali lipat lebih besar dibandingkan rencana sebelumnya. Baru-baru ini, INCO mengumumkan telah menandatangani Perjanjian Kerangka Kerjasama (Framework Cooperation Agreement/FCA) dengan Zhejiang Huayou Cobalt Company Limited (Huayou) dalam mengembangkan smelter Pomala. Aksi ini diumumkan beberapa hari setelah mitra Jepang hengkang dari proyek ini. CEO Vale Indonesia, Febriany Eddy mengungkapkan, setelah merampungkan komitmen kerja sama dengan Huayou diharapkan akan berdampak positif bukan hanya pada INCO melainkan juga kepada Pemerintah Daerah dan Bangsa Indonesia.
“Target kapasitas smelter ini akan jauh lebih besar. Target kami di atas 3 kali lipat dibandingkan dengan rencana sebelumnya,” jelasnya saat ditemui di Jakarta, 28 April 2022.
Baca Juga: Adaro Energy Indonesia (ADRO) Catatkan Kinerja Cemerlang di Kuartal I-2022 Febriany menjelaskan, proyek HPAL Pomalaa akan mengadopsi dan menerapkan proses, teknologi dan konfigurasi HPAL Huayou yang telah teruji untuk memproses bijih limonit dan bijih saprolit kadar rendah dari tambang PT Vale di Pomalaa, untuk menghasilkan Produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan potensi kapasitas produksi hingga mencapai 120.000 metrik ton nikel per tahun. Sedangkan, melansir catatan Kontan.co.id sebelumnya saat rencana pembangunan smelter dengan perusahaan Jepang, Sumitomo Metal Mining pihaknya menargetkan produksi 40.000 metrik ton produk
intermediary dari nikel ore. Kemudian dari sisi target konstruksi, Febriany menegaskan akan mengejar dalam waktu 3 tahun ke depan. Febriany mengatakan, saat ini proses pembangunan sudah mulai berjalan bahkan dipercepat dengan adanya kesepakatan ini. “Kami juga bersyukur bahwa Huayou sepakat dengan kami perihal penerapan dan pengembangan ESG yang menjadi
core value dari Vale Indonesia. Seperti yang diketahui, produk hasil smelter Pomalaa adalah untuk menunjang kebutuhan bahan baku baterai kendaraan listrik,” kata dia. Febriany bilang, pihaknya juga akan menerapkan rantai produksi dari hulu hingga hilir yang rendah karbon. Maka dari itu, Vale Indonesia dan pihak mitra China sepakat tidak menggunakan batubara sebagai sumber energi. Saat ini pihaknya sedang menjajaki pilihan antara menggunakan listrik dari PLN dari grid yang hijau atau dari gas alam cair (LNG).
Baca Juga: Pendapatan Sunindo Adipersada (TOYS) Menyusut 13,19% Sepanjang 2021 Pada kesempatan yang sama,
Chief Financial Officer (CFO) Vale Indonesia, Bernardus Irmanto mengatakan melihat dari
analyst report, di tahun ini pertumbuhan kendaraan listrik global akan lebih tinggi dibandingkan dengan industri
stainless steel. Adapun pertumbuhan kendaraan listrik ini akan terus berlanjut hingga tahun-tahun yang akan datang. Sehingga Bernardus yakin bahwa prospek kendaraan listrik ke depannya sangat bagus dan akan mendukung pengembangan smelter HPAL Vale Indonesia di Pomalaa. “Dalam proyek smelter ini, Vale Indonesia memiliki hak untuk mengakuisisi hingga 30% saham proyek HPAL Pomalaa," ujarnya. Nantinya
off taker dari hasil nikel dari smelter Pomalaa ialah Huayou sehingga tujuan penjualannya (semua diekspor atau ada sebagian ke dalam negeri) tentu mengikuti kebijakan pemegang saham dominan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi