INCO berharap dari kenaikan produksi



JAKARTA. Harga komoditas belum membaik di awal 2013. Harga komoditas tambang terus anjlok. Kondisi ini tentu tak positif bagi emiten produsen nikel seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

Harga jual rata-rata alias average selling price (ASP) nikel produksi INCO rendah. Agar tidak tergerus, manajemen INCO menargetkan produksi perusahaan naik 13% menjadi 80.000 ton di 2013.

Analis AAA Sekuritas Carrel Mulyana mengatakan, upaya menaikkan produksi harus dilakukan INCO karena ASP belum membaik. Namun, dia memperkirakan, jumlah kenaikan produksi INCO tak sebesar target perusahaan. Dia menduga, produksi INCO hingga akhir tahun hanya 77.000 ton atau naik 8,9% di tahun lalu.


Carrel memprediksi, ASP tidak akan jauh berbeda dari tahun lalu di US$ 13.552 per ton. "Kalkulasi saya ASP INCO turun tipis di US$ 13.260 per ton pada tahun ini," ujar dia.

Berdasarkan riset analis Samuel Sekuritas Yualdo T. Yudoprawiro, volume produksi INCO bisa mencapai 77.600 ton. Sementara, ASP INCO hanya US$ 12.480 per ton.

Carrel cukup optimistis, target produksi INCO akan sesuai perhitungannya. Pasalnya, produksi INCO per kuartal I-2013 sesuai ekspektasi.

Efisiensi bahan bakar

Selain menyiapkan pertumbuhan produksi, INCO juga mengefisiensikan pengeluaran. Salah satu upayanya dengan mengganti penggunaan high sulfur fuel oil (HSFO) sebagai sumber energi pabriknya ke batubara. "Harga batubara sedang turun, kalau basis energinya diganti tentu ini menghemat pengeluaran," tutur Carrel. Apalagi, pengeluaran bahan bakar mencapai 38,1% dari ongkos produksi INCO tahun ini.

Upaya INCO menjaga pengeluaran cukup positif. Apalagi, menurut analis Bahana Securities Leonardo Henry Gavaza, menggunakan bahan bakar batubara sebagai sumber energi akan signifikan menghemat biaya produksi. Upaya ini bisa meredam kerugian perusahaan akibat harga nikel yang menurun.

Hanya saja, pertumbuhan produksi dan efisiensi tidak cukup membuat kinerja INCO melonjak seperti di 2011. Hitungan Carrel, INCO akan membukukan pendapatan US$ 1,02 miliar di 2013. Angka tersebut naik 5,58% dari 2012 US$ 967 juta. Tapi, laba bersih INCO akan melonjak 71,64% dari US$ 67 juta menjadi US$ 115 juta.

Yualdo memperkirakan, pendapatan INCO naik 0,10% menjadi US$ 968 juta. Namun, laba bersih INCO melonjak 113,4% menjadi US$ 1,103 juta pada akhir tahun ini.

Yualdo dan Carrel merekomendasikan hold saham INCO lantaran target harga sudah melebihi valuasi. Carrel memberi target harga INCO di Rp 2.700 yang mencerminkan price to earning ratio (PER) 24,2 kali. Sedangkan Yualdo memberi target di Rp 2.625 mencerminkan PER 19,8 kali.

Leonardo memprediksi, prospek komoditas tidak banyak berubah dalam delapan bulan ke depan. Karena itu dia merekomendasi jual dengan target harga Rp 2.000 per saham. Harga saham INCO, Kamis (2/5), turun 3,51% ke Rp 2.750 per saham. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Avanty Nurdiana