Indahnya fulus dari kacamata tiga dimensi



Perkembangan teknologi tontontan berkualitas tiga dimensi (3D) di bioskop dan televisi mendatangkan berkah bagi pedagang kacamata 3D di Jakarta. Dalam sebulan kacamata impor dari Amerika Serikat dan China itu bisa terjual hingga 100 item dengan omzet Rp 10 juta.Banyak tontonan berupa film sudah tersedia dalam format tiga dimensi (3D), yang menampilkan kualitas gambar yang lebih baik ketimbang film berkualitas dua dimensi.Bahkan, sekuel terakhir film fenomenal Harry Potter juga tersedia dalam format 3D ini. Belakangan, kecanggihan teknologi 3D itu juga telah masuk rumah kita melalui televisi (TV) 3D. Banyak pabrikan memproduksi TV yang mampu menghadirkan kualitas gambar 3D tersebut. Selain itu, format 3D juga tersedia pada sejumlah game animasi.Tentu, agar maksimal menikmati tayangan format 3D di bioskop, TV, atau main game, perlu kacamata khusus untuk tontonan 3D. "Kalau tidak pakai kacamata, tontonan akan mengeluarkan efek berbayang," kata Edwin Kosen, salah satu pedagang kacamata 3D di Jakarta.Edwin sudah membuka usaha penjualan kacamata 3D sejak 2009 silam. Ia yakin peminat kacamata 3D tetap akan berkembang, terutama dari kalangan yang hobi menonton film dan juga dari kalangan yang suka bermain games animasi kualitas gambar 3D. Secara umum, fungsi dari kacamata 3D itu adalah memisahkan gambar yang dilihat oleh dua biji mata kita. Nah, "Kacamata itu berfungsi untuk membagi gambar untuk mata kiri dan mata kanan," terang Edwin.Kacamata 3D tersedia dalam dua jenis, yakni jenis anaglyph dan polarized. Untuk kacamata jenis anaglyph digunakan untuk menonton film berformat 3D pada TV. Sedangkan kacamata 3D jenis polarized digunakan untuk menonton bioskop berformat 3D. "Kacamata 3D polarized juga bisa untuk menonton film dari DVD dengan film kualitas 3D," jelas Edwin.Dari dua jenis kacamata itu, jenis kacamata anaglyph yang paling laris. Sebab, kacamata ini banyak dicari oleh pemilik teve yang sudah memiliki kualitas gambar 3D. Dalam sebulan, Edwin mampu menjual sekitar 70 item kacamata 3D jenis anaglyph. Adapun untuk kacamata 3D jenis polarized terjual rata-rata sekitar 30 item. Dengan demikian, total dalam sebulan Edwin bisa menjual rata-rata 100 item kacamata 3D.Selain perbedaan jenis, Edwin juga menjual kacamata 3D berdasarkan asal negara. Untuk kacamata 3D produksi Amerika Serikat (AS), ia menjual seharga Rp 100.000 per item. "Untuk kacamata 3D buatan China saya jual Rp 70.000 per item," kata Edwin.Kacamata 3D buatan AS lebih mahal karena dari sisi kualitas memang lebih baik ketimbang kacamata 3D produksi China. Untuk mendapatkan pasokan kacamata itu, Edwin mendatangkannya langsung dari negara asal. "Paling laris kacamata 3D dari AS, karena bisa tahan lebih lama," terang Edwin. Dari sisi bentuk, kacamata 3D itu mirip dengan kacamata hitam biasa, yang dibuat dari bahan carbon fiber. Ada juga kacamata 3D yang berbahan dasar kertas. Tapi, Edwin sudah tidak menjualnya lagi. "Selain mudah rusak, pemesannya juga sedikit," kata Edwin.Dalam berbisnis kacamata 3D tersebut, Edwin enggan menjualnya untuk anak-anak usia di bawah 7 tahun. "Mata anak-anak itu masih dalam perkembangan, tidak baik memakai kacamata 3D," kata Edwin.Selain Edwin, ada pula Harry Wijaya yang berjualan kacamata 3D secara online di Jakarta. Harry yang sudah setahun berjualan kacamata 3D itu mengaku, ikut berbisnis kacamata 3D karena menjamurnya teve berformat 3D. "Kacamata impor 3D ke depan bakal semakin laris," prediksi Harry. Hampir sama dengan Edwin, Harry juga menjual kacamata 3D yang diimpor dari negara Paman Sam. Soal harga, ia membanderolnya mulai dari Rp 40.000 hingga Rp 100.000 per item. "Dalam sebulan rata-rata omzet saya bisa Rp 5 juta," kata Harry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi